Find Us On Social Media :

Akibat Perang Saudara, Tahun 1526 M Pangeran Samudera Dirikan Masjid Sultan Suriansyah di Banjarmasin, Begini Sejarah Lengkapnya

Masjid Sultan Suriansyah, Banjarmasin

GridHot.ID - Banjarmasin terkenal dengan julukannya sebagai kota seribu masjid, pasalnya ibu kota Kalimantan Selatan ini memiliki banyak masjid bersejarah, yang cocok didatangi saat Ramadhan tiba.

Tentu, masjid bersejarah di Banjarmasin dapat dikunjungi sebagai destinasi wisata religi, apalagi saat bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan datang.

Salah satu masjid bersejarah yang menyimpan banyak kisah panjang perjalanan penyebaran agama Islam di kawasan Banjarmasin dan cocok dijadikan destinasi wisata religi saat Ramadhan nanti adalah Masjid Sultan Suriansyah.

Pasalnya, Masjid Sultan Suriansyah merupakan masjid tertua yang ada di Kalimantan Selatan.

Berdirinya Masjid Sultan Suriansyah ini tak bisa dilepaskan dari Kerajaan Banjar.

Lantas, bagaimana sejarah berdirinya masjid kebanggaan Banjarmasin ini?.

Sejarah Masjid Sultan Suriansyah

Dikutip GridHot.ID dari Tribunnewswiki, dibangunnya Masjid Sultah Suriansyah tak lepas dari peristiwa perang saudara yang terjadi di masa lampau.

Perang saudara itu terjadi antara Sultan Suriansyah (Pangeran Samudera) dari Kerajaan Banjar dengan pamannya, Pangeran Tumenggung dari Kerajaan Negara Daha.

Baca Juga: Punya Arsitektur Khas Melayu, Begini Sejarah Masjid Agung Keraton Sambas, Tak Bisa Dilepaskan dari Kesultanan Brunei

Awalnya, keduanya sama-sama berasal dari Kerajaan Negara Daha.

Kala itu Kerajaan Negara Daha dipimpin oleh kakeknya Pangeran Samudera yang bernama Maharaja Sukarama.

Maharaja Sukarama ini lebih menyukai Pangeran Samudera dari pada anaknya yang bernama Pangeran Tumenggung.

Secara silsilah, Pangeran Tumenggung ini adalah pamannya Pangeran Samudera.

Sejak awal, Pangeran Tumenggung sudah menginginkan tahta kerajaan itu, sehingga ketika Maharaja Sukarama ingin mewariskan tahta kerajaan kepada Pangeran Samudera, maka Pangeran Tumenggung merasa tidak senang.

Pangeran Samudera yang mengetahui hal ini dan untuk menghindari dibunuh oleh pamannya itu, ia memutuskan untuk melarikan diri dengan menyamar sebagai nelayan.

Pangeran Samudera berkelana hingga sampai ke daerah Kuin di Bandarmasih (nama lama Banjarmasin).

Setelah kepergian Pangeran Samudera, secara otomatis Pangeran Tumenggung naik tahta menjadi raja.

Usai menjadi raja dan memerintah di Tanah Banjar, Pangeran Tumenggung mendirikan kerajaan baru yang diberi nama Kerajaan Negara Dipa.

Baca Juga: Berdiri Kokoh Sejak Tahun 1414 M, Begini Uniknya Sejarah Masjid Wapauwe, Jadi Bukti Sejarah Penyebaran Agama Islam di Maluku

Berbeda dengan pamannya, Pangeran Samudera memiliki perilaku yang halus sehingga orang-orang disana menyukainya.

Kabar mengenai Pangeran Samudera pun didengar oleh Patih Masih yang kala itu menguasai wilayah Bandarmasih.

Patih Masih yang juga tidak suka terhadap Pangeran Tumenggung kemudian mengajak para patih lainnya untuk membentuk kerajaan sendiri.

Akhirnya, terbentuklah kerajaan yang diberi nama Kerajaan Banjar dengan Pangeran Samudera sebagai rajanya.

Ketika mendengar hal ini, Pangeran Tumenggung pun menjadi marah dan semakin ingin membunuh keponakannya itu.

Atas hal itu keduanya pun sering melakukan pertempuran.

Hingga akhirnya untuk mengakhiri kondisi seperti kacau tersebut, Pangeran Samudera meminta bantuan kepada Kerajaan Demak.

Lalu, Kerajaan Demak bersedia membantu dengan syarat Pangeran Samudera dan rakyatnya bersedia masuk Islam, baik pertempuran itu menang maupun kalah.

Pangeran Samudera pun menyetujuinya.

Baca Juga: Dibangun Sebelum Era Walisongo, Ini Sejarah Berdirinya Masjid Saka Tunggal Banyumas, Punya Sederet Tradisi Unik

Pada akhirnya perang saudara itu berakhir dengan damai karena ketika berhadapan, Pangeran Samudera tak kuasa untuk membunuh pamannya, dan sang paman pun menyadari kesalahannya itu.

Setelah perang saudara itu selesai, raja serta rakyat Kerajaan Banjar yang sebelumnya beragama Hindu itu akhirnya masuk Islam.

Oleh karena itu, mereka membutuhkan tempat untuk ibadah berupa masjid.

Kemudian dibangunlah sebuah masjid pada tahun 1526 Masehi yang diberi nama Masjid Sultan Suriansyah.

Tentu, masjid ini dibangun dengan gaya arsitektur lokal khas Banjar.

Lalu, bagaimana detail bangunan masjid tertua di kota Banjar ini?.

Arsitektur Masjid Sultan Suriansyah

Masjid yang memiliki bentuk arsitektur khas Banjar dengan menggunakan konstruksi rumah panggung ini dibangun dengan bahan dasar kayu ulin.

Mimbar yang terdapat didalam masjid juga dibuat dari kayu ulin.

Baca Juga: Simbol Toleransi Umat Beragama di Pulau Dewata, Begini Sejarah Berdirinya Masjid Ibnu Batutah, Jadi Destinasi Wisata Religi Menarik

Lalu lengkungan mimbarnya dihias dengan kaligrafi.

Kemudian, pada bagian atap masjid bersejarah ini terlihat dibangun dengan bentuk atap tumpang tiga yang dihiasi dengan hiasan mustaka.

Masjid yang letaknya dekat dengan sungai Kuin ini dibangun di atas lahan seluas 30 meter x 25 meter dengan ukuran panjang 15,50 meter, lebar 15,70 meter dan tinggi 10 meter.

Karena wilayah berdirinya Masjid Sultan Suriansyah merupakan penyebaran Islam yang berasal dari Demak, maka masjidnya pun sedikit banyak dipengaruhi oleh Kerajaan Demak.

Hal teresebut terlihat di atap merunya, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang cella. 

Tak hanya itu, karena masjid ini sudah berumur ratusan tahun, tentunya Masjid sultan Suriansyah memiliki unsur kekunoannya sendiri.

Dikutip GridHot.ID dari BanjarmasinPost, kekunoan masjid ini dapat dilihat pada dua buah inskripsi yang tertulis pada bidang berbentuk segi delapan berukuran 50 cm x 50 cm yakni pada dua daun pintu Lawang Agung.

Pada daun pintu sebelah kanan terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi:

 

"Ba'da hijratun Nabi Shalallahu 'alahihi wassalam sunnah 1159 pada Tahun Wawu ngaran Sultan Tamjidillah Kerajaan dalam Negeri Banjar dalam tanah tinggalan Yang mulia.”

Baca Juga: Arsitekturnya Kaya Akan Nilai Filosofis, Ini Sejarah Masjid Jami Palopo, Simbol Awal Peradaban Islam di Kawasan Indonesia Timur

Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi:

"Kiai Damang Astungkara mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)”.

Kedua inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanggal 10 Sya'ban 1159 telah berlangsung pembuatan Lawang Agung (pintu utama) oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Sepuh atau Sultan Tamjidullah I (1734-1759).

Memiliki arsitektur yang khas dan sejarah panjang mengenai ajaran Islam, serta letaknya yang strategis, membuat Masjid Sultan Suriansyah cocok dikunjungi untuk berwisata religi dan tentunya beribadah.

Apalagi saat Ramadhan tiba.

Tak jauh dari Masjid tertua di kota Banjarmasin itu, wisatawan juga dapat berziarah ke makam tokoh tetuah Masjid Sultan Suriansyah. (*)