Find Us On Social Media :

Daftar Hukuman Keji Tahanan di Kerangkeng Manusia Terbongkar, Bupati Langkat Disebut-sebut Untung Lebih dari Rp 177 Miliar Hasil Perbudak Secara Gratis, LPSK: Kasus Ini Paling Kejam

Ada yang pernah meninggal di kerangkeng manusia Bupati Langkat.

GridHot.ID - Temuan baru dalam kasus kerangkeng manusia Bupati Langkat Nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin, terungkap.

Seperti diwartakan Grid.id, terkuaknya keberadaan penjara milik Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin langsung menjadi perbincangan publik.

Pasalnya, penjara yang diklaim sudah 10 tahun berdiri itu diketahui tidak memiliki izin.

Dikutip Grid.ID dari KOMPAS.com pada Kamis (3/2/2022), Bupati Langkat sempat mengungkap bahwa penjara tersebut ia gunakan untuk tempat membina warga yang menjadi pecandu narkoba.

"Saya ada menyediakan tempat rehabilitasi narkoba. Itu bukan rehabilitas, tapi tempat pembinaan yang saya buat selama ini untuk membina masyarakat yang penyalahgunaan narkoba. Tempat pembinaan," ujarnya.

Namun, ada dugaan bahwa Terbit melakukan perbudakan modern dengan mempekerjakan para tahanan tanpa mendapatkan gaji.

Sementara itu, dilansir dari Tribun-medan.com, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah melakukan kegiatan koordinasi, investigasi dan penelahaan sejak 27 Januari – 5 Maret 2022 atas keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).

Dalam temuannya itu, LPSK mengungkap adanya praktik perbudakan yang dilakukan oleh Terbit Rencana kepada para anak kereng --sebutan korban yang berada di dalam kerangkeng--.

Bahkan kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, dari hasil perbudakan itu Terbit Rencana Peranginangin disinyalir telah mendapatkan keuntungan besar hingga lebih dari Rp177 Miliar.

Baca Juga: Brutal! Gantung Monyet Sampai Sikap Tobat Jadi Istilah Kekerasan yang Terungkap, Tahanan Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat Disebut Dipukuli Martil hingga Dipaksa Tidur Beralaskan Ulat Gatal

"Mengacu pernyataan Kapolda Sumut bila setidaknya ada 600 korban dalam 10 tahun terakhir yang dipekerjakan oleh TRP di bisnisnya tanpa di gaji, maka TRP diuntungkan dengan tidak membayar penghasilan mereka sebesar Rp 177.552.000.000," kata Edwin dalam keterangannya, dikutip Jumat (11/3/2022).

Lebih lanjut, Edwin mengungkapkan, pihaknya menduga keras adanya praktik perbudakan dengan iming-iming rehabilitasi bagi pecandu narkotika dalam kasus kerangkeng manusia di Langkat ini.

Sebab kata Edwin, berdasarkan informasi yang didapati pihaknya saat melakukan investigasi itu, dominan yang dimasukkan ke dalam kerangkeng, merupakan mereka yang pecandu narkoba.

"Telah terjadi praktik perbudakan dengan iming-iming rehabilitasi bagi pecandu narkotika," beber Edwin.

Bahkan ada konsekuensi yang dialami korban setelah masuk kerangkeng ini. Di mana mereka yang sudah masuk, kata Edwin akan sangat sulit untuk pulang kembali ke rumah.

Terlebih, Terbit Rencana Peranginangin telah membentuk tim pemburu yang bertugas untuk mencari dan menjemput paksa para korban yang kabur.

"Tim pemburu terdiri dari anak buah TRP dan anak buah Dewa (anak TRP) serta oknum aparat. Dalam praktiknya, tim pemburu juga mengancam keluarga dari korban yang kabur untuk menggantikan posisi dalam kerangkeng," ucap Edwin.

Tindakan Kejam yang Didapati LPSK

Dalam temuannya atas keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin tersebut, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, pihaknya mendapati adanya tindakan merendahkan martabat manusia.

Baca Juga: Diduga Makam Para Tahanan yang Tewas Dianiaya di Kerangkeng, Kuburan di Rumah Bupati Langkat Bakal Dibongkar, Kapolda Sumut Siapkan Rencana Ini

Setidaknya ada 12 poin temuan yang dilakukan LPSK dari adanya kerangkeng manusia tersebut.

"Kami mendapati adanya peristiwa merendahkan martabat para anak kereng (sebutan penghuni kerangkeng atau korban)," kata Edwin saat konferensi pers di Gedung LPSK, Jakarta Timur, Rabu (8/3/2022).

Edwin lantas menjabarkan secara detail keseluruhan tindakan merendahkan martabat yang dialami anak kereng selama di dalam kerangkeng milik Terbit Rencana Peranginangin itu.

Pertama, kata dia, ada tindakan membotakkan kepala anak kereng, kedua, menelanjangi, serta meludahi mulut dari anak kereng.

Tak hanya itu, terdapat pula tindakan menelan air seni sendiri, menjilati sayur di lantai, mengunyah cabai sebanyak setengah kilogram lalu dilumuri ke wajah serta kelamin.

Bahkan kata Edwin, ada tindakan yang membuat dirinya tak kuasa menyebut hal itu, yakni anak kereng diminta untuk lomba onani hingga menjilati kelamin hewan.

"Ini bahkan, sampai saya tak kuasa menyebutnya, baru saat ini selama 20 tahun saya menangani korban, kasus ini yang paling kejam yang saya temui," ujarnya.

"Disuruh minum air seni sendiri dan menjilati kemaluan hewan anjing, anak kereng disuruh lomba onani," tukas dia. (*)