Gridhot.ID - Irjen Ferdy Sambo disebut menyesal melibatkan Bharada E atau Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir J atau Yosua.
Mengutip Tribunnews.com, hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik.
Taufan menyebut dirinya telah bertemu dengan Irjen Ferdy Sambo dan berbicara secara mendalam.
Dalam perbincangan tersebut, Taufan menyampaikan soal nasib Bharada E yang kini menjadi tersangka pembunuhan.
Taufan menyebut, masa depan Bharada E hancur setelah terlibat kasus pembunuhan yang didalangi oleh Sambo.
Padahal semestinya Bharada E menikmati masa mudanya dan menitir kariernya sebagai polisi.
Sambo pun kemudian mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya. Ia juga meminta maaf kepada Bharada E.
"Itu diakui oleh Saudara FS (Ferdy Sambo). Dia bilang, 'Saya menyesal, saya minta maaf'. Saya bilang, 'Kamu harus bertanggung jawab terhadap Richard (Bharada E) ini," kata Taufan, Selasa (16/8/2022).
Taufan lalu kembali menyalahkan Sambo atas hal tersebut. Sambo pun mengakuinya hingga menangis.
"Itu diakuinya, dan dia menangis," katanya.
Untuk diketahui, kesaksian Bharada E membuka tabir otak atau dalang pembunuhan Brigadir J.
Melansir Fotokita.id, Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyebutkan, pengakuan Richard yang menjadi titik awal terbongkarnya kebohongan Sambo ini muncul berkat kegigihan penyidik dan timsus.
Menurut Agus, penyidik sengaja memanggil orang tua dan pacar Richard untuk meyakinkannya agar berani menyampaikan cerita yang sebenarnya. Upaya itu berhasil membuat Richard luluh dan yakin.
"Kepada penyidik, dia (Bharada E) akhirnya menyampaikan secara detail tentang kejadian itu," sebut Agus.
Kesaksian Bharada E berdampak besar terhadap kasus pembunuhan Brigadir J.
Polisi telah menyetop dua laporan yang dibuat orang-orang Sambo ke Polres Jakarta Selatan. Laporan itu diduga merupakan bagian dari skenario Sambo untuk mengecoh penyidik mengungkap kejahatan yang terjadi sebenarnya.
Dengan terungkapnya kasus pembunuhan ini, pengacara Bharada E, Ronny Talapessy, menargetkan Richard bisa divonis bebas atau setidak-tidaknya hukumannya bakal diringankan.
"Pertimbangannya masih muda, dia harapan keluarga. Masih jadi tumpuan keluarga dan juga bukan pelaku utama," ujar Ronny kepada wartawan pada Jumat (12/8/2022).
Melalui Ronny, Bharada E juga menyatakan hasratnya untuk meneruskan karirnya di satuan Brimob, salah satu unit khusus yang diisi orang-orang pilihan di kepolisian.
Bharada E memang menjadi lulusan terbaik saat mengikuti tes polisi. Dia juga berhasil masuk Brimob dengan nilai tertinggi di antara peserta lainnya.
"Saya brimob, saya lulusan Brimob, rumah saya lahir dan besar di Brimob, Brimob itu rumah saya. Jika saya diizinkan, saya masih ingin berkarir di Brimob," kata Ronny meniru pernyataan Bharada E yang disampaikan kepada wartawan pada Minggu (14/8/2022).
Bharada E memohon kepada Ronny Talapessy agar membelanya. Dia mengaku ingin sekali berkembang di Korps Bhayangkara.
"Makanya saya ingin dibela semaksimal mungkin, ngomongnya gitu ke saya," ujar Ronny.
Ronny menilai Bharada E masih muda dan memiliki banyak peluang untuk masa depannya. Bukan hanya untuk berkembang di karier tapi untuk berbakti kepada keluarganya.
"Dia masih muda, harapan orangtua pengen melanjutkan hidup, pengen berkeluarga, kalau bisa pengen berkarir di kepolisian," terang Ronny.
Richard Eliezer menunjukkan kegigihannya agar bisa diterima di satuan Brimob.
Sekalipun memiliki pangkat paling rendah di jajaran Polri, Bhayangkara Dua atau Bharada, karier Richard bukan didapatkan dengan cara yang mudah. Ia baru lolos pada seleksi ketiga di tahun 2019.
Cerita perjuangan Richard Eliezer dikisahkan kembali oleh pamannya, Roycke Pudihang.
Mulanya, Richard justru ikut tes penerimaan prajurit TNI AL selulusnya ia dari SMA Negeri 10 Manado tahun 2016.
Sebab, ketika itu seleksi Bintara Polri sudah keburu dimulai sebelum Richard lulus sekolah, yakni awal 2016.
Sayangnya, Richard belum berjodoh dengan TNI Angkatan Laut. Ia gagal dalam tes, tapi belum putus harapan. Ia bersiap dan berlatih untuk menghadapi tes di tahun berikutnya.
Bharada E yang sejak sekolah sering mengikuti kegiatan pecinta alam juga mengembangkan kemampuan fisiknya lewat olahraga panjat tebing.
Dia terus berlatih sampai menjadi atlet panjat tebing sambil membantu orang tuanya bekerja mengangkut barang. Ayah Richard bekerja sebagai sopir truk.
"Richard sama sekali tak mau melihat orang tuanya susah. Makanya, sesibuk apa pun anak ini… dia tetap berusaha membantu orang tuanya angkat-angkat barang. Benar-benar anak yang manis,"cerita Roycke.
Roycke mengisahkan, Richard sejak kecil sebenarnya ingin jadi pelaut. Oleh karena itu dia pernah bersekolah di SMK Polaris Bitung yang terkenal mencetak para pelaut andal di Sulawesi Utara. Sayangnya, biaya di SMK Polaris cukup tinggi.
"Anak ini tak mau membebani orang tuanya. Jadi, atas kesadaran sendiri, dia minta (pindah) sekolah saja di SMAN 10 Manado. Benar-benar tak mau buat susah orang tuanya."
Tahun 2017, Richard ikut tes Bintara Polri. Namun, ia gagal di tahap akhir. Ketika itu, Richard sangat kecewa.
Namun, tak lama kemudian Richard sudah sibuk lagi dengan aktivitasnya sebagai atlet panjat tebing Kota Manado.
Berikutnya, tahun 2018, Richard kembali ikut tes Bintara Polri. Lagi-lagi ia gugur. Kali itu di tes kesehatan.
Richard sadar tubuhnya tak fit lantaran sehari sebelum tes kesehatan, ia ikut lomba panjat tebing dan kurang istirahat.
Semangat Richard meluntur usai 2 kali gagal tes Bintara Polri. Terlebih lagi, profesinya sebagai atlet panjat tebing sudah mulai menunjukkan hasil yang baik. Ia bahkan bisa bekerja sebagai pemandu wisata dan karyawan swasta di waktu luang.
Sekalipun begitu, orang tua terus memaksa Bharada E ikut seleksi Bintara Polri untuk yang ketiga kalinya.
Namun, ada satu masalah. Umur Richard saat itu sudah lewat batas maksimal persyaratan bintara. Panitia pun menyarankannya untuk mengikuti tes tamtama.
Di awal tes tamtama, Richard tak terlalu antusias seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, pada pertengahan tes, ia mendapat nasihat yang membuatnya kembali semangat.
"Dia lolos tes dengan peringkat nomor satu," kata Roycke.
Richard Eliezer menjadi satu dari enam tamtama dengan nilai terbaik di angkatan 2019.
Berikutnya, ia mengikuti pendidikan di Brimob Watukosek tahun 2019. Lulus dari Watukosek, Richard sempat akan masuk ke Korps Kepolisian Air dan Udara (Polairud).
Dia menimbang latar belakangnya sebagai pemanjat tebing dan pemandu wisata akan cocok dengan tugasnya di Korps Polairud.
Namun, karena nilai Richard paling tinggi, ia akhirnya masuk ke Korps Brimob.
Richard pernah bertugas dalam Operasi Tinombala Poso pada Maret-Oktober 2020 sebagai navigasi darat, Penugasan Pengamanan Papua Barat di Manokwari pada Desember 2020 sebagai tim keamanan, dan Penugasan SAR Evakuasi Sriwijaya Air SJ 182 pada Januari 2021 sebagai tim Disaster Victim Identification.
Selain itu, Richard adalah seorang yang taat beribadah. Ia pernah menjadi gitaris pada anggota musik Resimen 1 pelayanan di gereja.
Pada Agustus-November 2021, Richard mengikuti seleksi pelatih vertical rescue dan lulus. Menurut pamannya, ia memang aktif di banyak kegiatan pelatihan.
"Ada latihan menembak, bela diri, dan lain-lain," kata Roycke.
Sampai akhirnya pada November 2021, Richard dipilih untuk mengikuti seleksi sopir merangkap ajudan untuk Kepala Divisi Propam Polri yang saat itu dijabat Irjen Ferdy Sambo. Ia lolos dan mulai bertugas bulan itu juga.
Tak berbeda dengan Brigadir J, Richard bercerita kepada keluarganya bahwa pimpinannya adalah orang baik yang memiliki keluarga yang baik.
"Pernah diceritakan oleh Ichad (sapaan karib Bharada E), Pak Ferdy Sambo dan istri itu baik ke semuanya, termasuk ajudan. Ichad selalu bilang, dia diperlakukan sama dengan yang lain," cerita Roycke.
Sama sekali tak ada hal buruk yang diceritakan Richard soal Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi.
Sampai kemudian keluarga besar dibuat kaget oleh terseretnya Richard di kasus penembakan Brigadir J.
(*)