Find Us On Social Media :

Beri Keterangan Soal Perintah ke Bawahan, Ferdy Sambo Sebut Anak Buahnya Selalu Patuh dan Tak Berani Tolak Komando, Ternyata Ini Alasannya

Ferdy Sambo

Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar

Gridhot.ID - Ferdy Sambo mengaku setiap perintahnya selalu dijalankan anggota saat dirinya menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

Hal ini diungkapkan Ferdy Sambo saat menjadi saksi mahkota untuk terdakwa kasus perintangan penyidikan atau Obstruction of Justice, Baiquni Wibowo.

Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan Tribunnews, 24 Desember 2022, dalam persidangan, Ferdy Sambo ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait Peraturan Kepolisian RI Nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri.

"Kita kaitkan dengan peristiwa ini, mengapa terdakwa ini, para terdakwa pada saat itu sepengetahuan Saudara tidak menjadikan regulasi ini menjadi pegangan untuk menolak perintah Saudara pada saat itu?" tanya jaksa dalam sidang lanjutan perkara tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2022).

Berikut pengakuan Ferdy Sambo soal bawahan yang tak menolak perintahnya:

Bawahan Ferdy Sambo Takut Tolak Perintah

Ferdy Sambo mengatakan, anggota Polri di bawah pimpinannya sering melaksanakan perintah baik yang tertulis atau secara lisan.

"Setahu saya sih perintah saya tertulis atau lisan pasti mereka jalankan dan pasti akan takut untuk menolak perintah."

"Karena itu yang kemudian saya sampaikan saya bertanggung jawab atas perintah yang salah untuk menonton dan meng-copy CCTV itu," jawab Ferdy Sambo.

Baca Juga: 1000 Formasi PPPK Kementerian PUPR Telah Dibuka, Ini Jabatan Tenaga Teknis yang Dibutuhkan, Apakah Pelamar Harus Punya Pengalaman?

Ferdy Sambo Yakin Tak Ada Bawahan yang Melawan

Sebagai Kadiv Propam Polri dengan pangkat jenderal bintang dua alias Irjen saat itu, Ferdy Sambo mengaku punya kuasa besar.

Sehingga, Ferdy Sambo yakin tak ada anak buahnya yang melawan, sekalipun dia memberikan perintah yang melanggar aturan.

Seperti diketahui, Ferdy Sambo memerintahkan bawahannya mengamankan, menghapus, dan memusnahkan rekaman CCTV di sekitar rumah dinasnya yang tak lain merupakan tempat kejadian perkara (TKP) penembakan Brigadir J.

Adapun menurut Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, seorang personel Polri bisa melapor ke pimpinan jika mendapat perintah tidak benar dari atasannya.

Namun, menurut Ferdy Sambo, anak buahnya tak ada yang berani melaporkannya.

"Kami kalau di kepolisian menolak perintah saya ya kalau berani dia lapor ke atasan saya, kalau berani."

"Kalau tidak berani ya saya rasa sih enggak berani," jelas dia, Kamis, dikutip dari Kompas.com.

Namun, di kasus Brigadir J ini, Ferdy Sambo mengakui kesalahannya karena telah menyerat banyak bawahan.

Baca Juga: Salah Satunya Ikhlas dan Suka Keindahan Alam, Inilah 5 Ciri-ciri Anda Dilindungi Khodam Leluhur Dewi Sri, Taraf Kehidupannya di Atas Rata-rata!

Ferdy Sambo mengakui sempat memerintahkan sejumlah bawahannya di Polri untuk memeriksa dan mengamankan rekaman CCTV di sekitar rumah dinasnya.

"Saya 28 tahun dinas, saya tidak pernah memberikan perintah yang salah kepada anggota."

Klaim Tak Pernah Beri Perintah Salah

Ferdy Sambo menyebut, selama 28 tahun berdinas di kepolisian, dirinya tak pernah memberikan perintah yang salah kepada bawahannya.

"Makanya mereka pasti akan mencoba untuk melaksanakan perintah itu," ujarnya dalam persidangan, Kamis, dilansir Kompas.tv.

Ferdy Sambo mengaku telah memerintahkan bawahannya saat itu, yakni Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, untuk mengecek dan mengamankan rekaman CCTV di sekitar rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Ia juga sempat menginstruksikan Chuck Putranto untuk melihat rekaman CCTV di sekitar rumah dinasnya.

Selain itu, Ferdy Sambo juga memerintahkan bawahannya yang lain, Arif Rachman Arifin, untuk menghapus dan memusnahkan rekaman CCTV.

"Mereka ini enggak ada yang salah, saya yang salah, saya tanggung jawab semua."

Baca Juga: Ustaz Abdul Somad dan Ustaz Adi Hidayat Menyebutnya Haram, Quraish Shihab Jelaskan Hukum Mengucapkan Selamat Natal Bagi Kaum Muslim

"Saya sudah mengorbankan mereka, memberikan perintah yang salah,” kata Ferdy Sambo.

“Saya punya beban yang berat buat adik-adik saya ini dan keluarganya," beber dia.

Sebagai informasi, Ferdy Sambo mengorbankan enam orang bawahannya hingga menjadi terdakwa kasus perintangan penyidikan kematian Brigadir J.

Keenam terdakwa itu yakni Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Irfan Widyanto.

Sementara itu, senada dengan hal tersebut, saksi ahli psikologi forensik dari Asosiasi Psikolog Forensik Indonesia (Apsifor) Reni Kusumowardhani menjelaskan kepribadian Ferdy Sambo yang bisa dikuasai emosi apabila hal-hal yang menyangkut kehormatannya.

Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 24 Desember 2022, hal tersebut diungkap Reni dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan lima terdakwa yaitu Ferdy Sambo, Ricky Rizal, Kuat Maruf, Richard Eliezer dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (21/12/2022).

Awalnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta Reni untuk menggambarkan kepribadian Ferdy Sambo dari hasil pemeriksaan psikologi forensik yang dilakukan Apsifor.

Reni kemudian menjelaskan, Sambo memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan kemampuan abstraksi, imajinasi dan kreativitas yang baik.

"Secara umum berpikirnya lebih ke arah praktis dibanding teoritis," ujar dia.

Baca Juga: 1000 Formasi PPPK Kementerian PUPR Telah Dibuka, Ini Jabatan Tenaga Teknis yang Dibutuhkan, Apakah Pelamar Harus Punya Pengalaman?

Sambo juga digambarkan sebagai pribadi yang memiliki motivasi tinggi dalam bekerja dan mencapai target.

Namun, ada sisi Sambo yang disebut membutuhkan dukungan orang lain dalam bertindak dan mengambil keputusan.

"Terutama untuk hal-hal (keputusan) yang besar," tutur Reni.

Dalam kondisi normal, kata Reni, Ferdy Sambo akan terlihat seperti figur yang baik dalam kehidupan sosial.

Namun, ada budaya Sulawesi Selatan yang dipegang teguh oleh Ferdy Sambo yaitu Sirri Na Pacce yang memiliki arti rasa malu atau harga diri yang sangat berpengaruh.

"Apabila dia kehormatannya itu terganggu seperti itu, dia kemudian dapat menjadi orang yang dikuasai emosi, tidak terkontrol, tidak dapat berpikir panjang terhadap tindakan yang dilakukan," tutur Reni.

Terkait kasus ini, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf didakwa secara bersama-sama telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Dalam dakwaan jaksa, Richard Eliezer menembak Brigadir J atas perintah mantan Kepala Divisi (Kadiv) Propam kala itu, Ferdy Sambo.

Peristiwa pembunuhan Yosua disebut terjadi setelah cerita Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan Yosua di Magelang.

Baca Juga: Salah Satunya Ikhlas dan Suka Keindahan Alam, Inilah 5 Ciri-ciri Anda Dilindungi Khodam Leluhur Dewi Sri, Taraf Kehidupannya di Atas Rata-rata!

Kemudian, Ferdy Sambo marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Akhirnya, Brigadir J tewas di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.

Atas perbuatannya, kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Khusus Sambo, jaksa juga mendakwa eks Kadiv Propam itu terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J.

Ia dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.

(*)