GridHot.ID - Kasus inses (hubungan intim sedarah) di Bengkulu menjadi sorotan publik.
Korban RI berusia 16 tahun, menunjukkan sikap janggal saat melihat kakaknya KH (21 tahun) di kantor polisi meski telah dirudapaksa hingga tiga kali hamil.
Begini kondisi psikologis korban inses kakak kandung di Bengkulu yang menggemparkan.
Melansir tribun-video.com, seorang kakak berinisial KH (21) menghamili adik kandungnya, R (16) sebanyak tiga kali.
Kasus inses ini dilakukan selama tiga tahun sejak 2021 saat usia korban 14 tahun.
Hubungan sedarah atau inses terjadi di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.
Dari hubungan inses itu, korban dua kali mengalami keguguran dan pada 2022 melahirkan bayi laki-laki.
"Korban sudah pernah hamil, dua kali keguguran dan satunya sampai melahirkan, anaknya ada, laki-laki," kata Pekerja Sosial Kementerian Sosial (Kemensos), Diana Ekawati, dilansir TribunBengkulu.com.
Kejadian bermula karena sang kakak sering melihat adiknya mandi dan berganti pakaian di satu kamar yang sama.
Sudah tiga kali dihamili kakak kandungnya, R (16) malah bersimpati pada pelaku.
Bahkan di kantor polisi R langsung bersimpuh dan memeluk pelaku KH (21) yang tak lain adalah kakak kandungnya sendiri.
Dengan suara lirih, R berujar dengan suara bergetar, "cepat pulang kak. Jangan lama-lama, aku tunggu."
Dilansir dari tribunjatim.com, terungkap akhirnya penjelasan kondisi psikologis korban inses kakak kandung di Bengkulu yang menggemparkan.
Ternyata ada kondisi psikologis khusus yang dialami korban inses kakak kandung di Bengkulu.
Pasalnya, perilaku korban inses kakak kandung di Bengkulu itu sangatlah ganjil.
Pelaku malah diberi pelukan dan ditangisi oleh adik kandungnya yang sudah ia rusak sebanyak 3 kali itu.
Ada kondisi psikologis khusus ternyata yang dimiliki korban.
Sebelumnya, diketahui kasus inses ini ternyata sudah dilakukan pelaku berinisial KH (21) terhadap adiknya RI (16) sejak tahun 2021.
Bahkan RI yang baru saja keguguran dan masih memakai infus rela ke kantor polisi untuk menemui kakak kandung yang merusak dirinya tersebut.
Sudah tiga kali dihamili kakak kandungnya, RI malah bersimpati pada pelaku.
Hal itu membuat polisi dan tim Kemensos miris dan syok.
Saat di kantor polisi, RI tampak menangis sambil memeluk kakak kandung yang menghamilinya.
RI juga meminta kakak kandungnya itu cepat pulang dan dirinya berjanji akan menunggu sang kakak kandung yang menghamilinya itu.
Dilansir dari TribunBengkulu.com, usai pemeriksaan oleh Polsek Bermani Ulu, Rejang Lebong, Bengkulu, RI ternyata sempat bertemu dengan kakak kandungnya.
Dengan suara lirih, RI berujar dengan suara bergetar, "cepat pulang kak. Jangan lama-lama, aku tunggu."
Di depan sejumlah anggota polisi dan pekerja sosial Kementerian Sosial (kemensos) yang mendampingi, RI tak kuasa menahan tangis.
Padahal saat itu RI dalam keadaan lemah usai keguguran, dengan tangan masih diinfus.
Adegan tersebut belakangan terungkap dalam video yang sempat direkam oleh pekerja sosial Kementerian Sosial.
Terungkapnya adegan menangis peluk pelaku kasus inses Bengkulu, membuat kasus ini janggal.
Sikap RI menangis memeluk pelaku dianggap sebagai perilaku tidak biasa dari seorang korban.
Tampaknya, kondisi psikologis RI mengacu kepada perilaku penderita sindrom stockholm atau stockholm syndrome.
Stockholm syndrome adalah suatu gangguan psikologis yang membuat korban malah memiliki rasa kasih sayang dan empati terhadap pelaku.
RI seperti tidak merasa sebagai korban dalam kasus inses Bengkulu ini.
Baca Juga: Istri dan Warga Sekitar Tahu, Ini Alasan Kasus Inses Ayah dan Anak di Banyumas Awet 10 tahun
Sebaliknya, RI terlihat seakan menaruh simpati pada pelaku yang menghamilinya hingga 3 kali.
Pelaku yang tak lain adalah kakak kandung RI itu juga belakangan disebut RI hanya memintanya untuk menjaga rahasia, bukan ancaman akan dibunuh.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Rejang Lebong, AKP Sinar Simanjuntak menyatakan, pengungkapan kasus asusila kakak hamili adik kandung ini terjadi pada Senin (18/3/2034).
Saat ini, terduga pelaku berinisial KH (21) yang merupakan kakak kandung korban telah diamankan.
"Untuk pelaku sudah diamankan, korban juga didampingi sekarang, masih pengembangan lebih lanjut," pungkasnya.
Di sisi lain, Pekerja sosial Kementerian Sosial Diana Ekawati mengungkapkan, kejadian kakak hamili adik kandung ini diduga telah terjadi sejak tahun 2021 lalu.
Hingga tahun 2024, ternyata korban sudah hamil 3 kali.
Di antaranya 2 kali keguguran dan pernah melahirkan seorang anak laki-laki pada tahun 2022.
Dari cerita korban, aksi bejat kakaknya itu telah terjadi sejak korban berusia 14 tahun.
Kemudian pada saat ini, korban kembali mengalami keguguran hingga akhirnya kasus kakak hamili adik kandung ini terkuak.
"Korban sudah pernah hamil, dua kali keguguran dan satunya sampai melahirkan. Sudah ada anaknya, laki-laki," jelas Diana pada TribunBengkulu.com.
Pekerja sosial Kementerian Sosial Diana Ekawati kepada TribunBengkulu.com (grup TribunTrends) mengatakan, emosi RI tidak stabil dan tertekan setelah terungkapnya kasus inses Bengkulu ini.
Upaya orang tua RI yang terkesan ingin menutupi hubungan inses tersebut juga membuat pemulihan korban akan menjadi makin sulit.
"Trauma, anak ini secara tidak langsung ada penekanan dari pihak keluarga," kata Diana kepada TribunBengkulu.com.
Diana saat ini terus berupaya ingin mendampingi korban, meski korban memaksa pulang setelah diajak bicara orang tuanya.
Diana Juga terus merekam perbincangan dengan korban agar kasus ini bisa terus dilanjutkan dan korban mendapatkan penanganan yang tepat.
Kepada TribunBengkulu.com, Diana mengungkap bahwa pihaknya telah merencanakan korban untuk dijauhkan terlebih dahulu dari keluarganya untuk direhabilitasi.
Pekerja sosial juga ingin terus mendampingi hingga kesehatan mental dan fisiknya membaik.
Rehabilitasi juga diharapkan dapat memulihkan mental RI serta mengajarinya tentang perilaku yang boleh atau tidak boleh dilakukan.
Sayangnya, setelah RI bertemu dan bicara dengan orang tuanya, sikapnya malah berubah drastis, seperti diberitakan TribunBengkulu.com sebelumnya.
Banyak pihak menyesalkan perubahan sikap RI yang ingin pulang bersama orang tuanya dan menolak direhabilitasi pihak kemensos.(*)