Find Us On Social Media :

Hukum Putu Satria Perkara Baju Olahraga, Senior Taruna STIP yang Aniaya Junior Sempat Berusaha Lakukan Penyelamatan, Upayanya Gagal Gegara Ini

(kiri) korban Putu Satria Ananta Rustika. (kanan) Tegar Rafi Sanjaya alias TRS(21), senior mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) aniaya juniornya bernama Putu Satria Ananta Rustika

GridHot.ID - Seorang taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika (19) tewas.

Cuma perkara baju olahraga, korban dianiaya oleh seniornya hingga tewas.

Bahkan, niat melakukan pertolongan yang dilakukan terhadap tubuh korban nyatanya malah membuat korban meninggal dunia.

Dilansir dari tribunsumsel.com, inilah tampang Tegar Rafi Sanjaya alias TRS(21), senior mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) yang aniaya juniornya bernama Putu Satria Ananta Rustika.

Putu Satria Ananta Rustika tewas mengalami lebam pada bagian ulu hati usai dihabisi TRS di Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (3/5/2024) pagi.

Atas perbuatannya, TRS kini ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan Putu Satria.

TRS muncul mengenakan baju oranye tahanan dan wajah tertutup setengah menggunakan masker.

Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, pihaknya telah memeriksa sebanyak 36 orang, yang di antaranya merupakan taruna dan pengasuh di STIP, dokter dan ahli.

Pihaknya telah mempelajari rekaman CCTV yang ada.

"Maka kami menyimpulkan tersangka tunggal di dalam peristiwa ini yaitu TRS. Salah satu taruna STIP Cilincing tingkat 2," kata Gidion, kepada wartawan di kantor Polres Metro Jakarta Pusat, Sabtu (4/5/2024) malam, dilansir dari Kompas.com.

Kasus dugaan perpeloncoan maut ini awalnya diketahui setelah ada laporan bahwa korban dilarikan ke RS Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.

Baca Juga: Diduga Tewas Dianiaya Senior, Polisi Bocorkan CCTV yang Rekam Detik-detik Taruna STIP Sempat Dibopong dari Toilet ke Klinik Kampus

Korban kemudian diperiksa dan ternyata diduga tewas akibat mengalami kekerasan fisik di dalam kampus STIP Jakarta, Cilincing, Jakarta Utara.

"Saya rasa CCTV cukup clear untuk menceritakan rangkaian peristiwa itu, karena kegiatan ada di kamar mandi, ini kegiatan yang memang tidak dilakukan secara resmi oleh lembaga, ini kegiatan perorangan mereka, jadi tidak dilakukan secara terstruktur ataupun kurikulum ya," papar Kapolres.

Gidion menyampaikan, kehidupan senioritas menjadi motif dari kasus ini. Gidion menilai ada arogansi senioritas yang ditemukan pihaknya.

"Motifnya kehidupan senioritas. Kalau bisa disimpulkan mungkin ada arogansi senioritas," ucapnya.

Sementara korban yang merupakan mahasiswa tingkat 1 di STIP Jakarta, Putu Satria, tewas akibat adanya luka di bagian ulu hati.

"Menyebabkan pecahnya jaringan paru, ada pendarahan, tapi juga ada luka lecet di bagian mulut," katanya.

Melansir tribunjakarta.com, kasus tewasnya mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika (19) akhirnya terungkap. Korban dianiaya hingga tewas.

Pelaku tidak lain adalah seniornya, Tegar Rafi Sanjaya (21).

Setelah ditangkap dan digali keterangan, Tegar ceritakan apa yang dilakukannya hingga bisa menghilangkan nyawa juniornya.

Diketahui, Putu Satria tewas usai dianiaya di dalam toilet koridor kelas KALK C, lantai 2 gedung STIP Jakarta, Jumat pagi sekitar pukul 8.00 WIB.

Berikut rangkuman sederet pengakuan Tegar berdasarkan hasil penyelidikan polisi.

Baca Juga: Dianiaya Senior Perkara Pakai Baju Olahraga, Taruna Asal Bali Tewas Usai 5 Kali Dipukul di Ulu Hati, Ketua STIP Jakarta Buka Suara: Di Luar Kuasa Kita

Baju Olahraga

Penganiayaan ini terjadi ketika korban dan empat rekan seangkatan lainnya sedang mengecek salah satu ruang kelas.

Saat turun ke lantai 2, rombongan korban dipanggil oleh tersangka yang saat itu juga sedang bersama-sama dengan empat orang lainnya yang merupakan taruna tingkat 2 STIP Jakarta.

Saat itu tersangka menanyakan alasan korban dan empat teman seangkatannya mengenakan baju olahraga.

"Pelaku bersama empat rekannya, mereka menyebut sebagai tradisinya taruna."

"Ada penindakan terhadap junior, karena dilihat ada yang salah menurut persepsinya senior, sehingga dikumpulkan di kamar mandi," kata kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan, Sabtu (4/5/2024).

5 Junior 5 Senior

Sebenarnya, Tegar tidak sendiri pada aksi kekerasan senioritas itu.

Gidion menjelaskan, saat peristiwa terjadi, Putu sedang bersama empat temannya. Sementara, Tegar pun bersama empat temannnya.

Selain Putu, rencananya Tegar dan empat teman seangkatannya di tingkat 2 akan menghajar empat junior lainnya yang merupakan teman korban.

Namun, Putu yang berada di urutan pertama untuk dipukul sudah terlanjur lemas dan terkapar sehingga pemukulan terhadap empat taruna lain pun dibatalkan Tegar dan rekan-rekannya.

Baca Juga: Viral Bidan di Prabumulih Diduga Malpraktik, Pasien Berobat Magh Malah Ginjal Bengkak Lalu Tewas, Ini Pengakuannya soal Suntikan

"Yang dikumpulkan di kamar mandi ini ada lima orang. Nah, korban ini adalah orang yang mendapatkan pemukulan pertama dan yang empat belum sempat," kata Gidion.

Penyelematan Jadi Pembunuhan

"Tradisi taruna" membuat Tegar semena-mena dengan Putu cuma karena perkara baju olahraga.

Di kamar mandi, Tegar memukul Putu sebanyak lima kali di bagian ulu hati.

Kemudian, ketika korban lemas dan tak sadarkan diri, tersangka Tegar memasukkan tangannya ke dalam mulut korban dengan niat melakukan pertolongan.

Nahas, nyatanya korban malah meninggal dunia.

Gidion mengatakan, berdasarkan hasil autopsi, ditemukan luka di bagian ulu hati korban yang menyebabkan pecahnya jaringan paru-paru.

Kemudian, polisi juga mendapati bahwa penyebab hilangnya nyawa korban yang paling utama adalah upaya pertolongan yang tidak sesuai prosedur dilakukan oleh tersangka.

"Ketika dilakukan upaya, menurut tersangka ini adalah penyelamatan, di bagian mulut, sehingga itu menutup oksigen, saluran pernapasan, kemudian mengakibatkan organ vital tidak mendapat asupan oksigen sehingga menyebabkan kematian," jelas Gidion.

Gidion menyebut lima kali pemukulan bukan faktor hilangnya nyawa Putu.

"Jadi luka yang di paru itu mempercepat proses kematian, sementara yang menyebabkan kematiannya justru setelah melihat korban pingsan atau tidak berdaya, sehingga panik kemudian dilakukan upaya-upaya penyelamatan yang tidak sesuai prosedur," papar Gidion.

Baca Juga: Cuma Tanya Keberadaan Istri, Terungkap Kronologi Anak di Bekasi Tewas Mengenaskan Dihabisi Ayah Pakai Linggis, Polisi: Tidak Ada Darah

Tegar ditetapkan tersangka dengan jeratan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat.

Ia terancam hukuman 15 tahun penjara.(*)