GridHot.ID - Sebanyak 24 karyawan PT Istaka Karya bersama satu pegawai PUPR dikumpulkan, ditahan dan diinterogasi KKB di tempat peristirahatan para pekerja konstruksi jembatan Jalan Trans Papua, di Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua pada (1/12/2018).
Karena ditodong senjata, akhirnya mereka menurut dan mengikuti instruksi KKB.
Tanpa alas kaki, mereka diminta mengikti KKB menuju Puncak Kabo.
Baca Juga : KKB Papua: Tuan Presiden Republik Indonesia, Perang Tidak Akan Berhenti
Perjalanan ke Puncak Kabo harus melewati medan yang cukup berat.
Jalan di hutan ini menanjak dan dipenuhi dengan batu kerikil yang tajam.
Perjalanan menuju Puncak Kabo ini terasa berat mengingat para pekerja ini tak diizinkan untuk memakai baju.
Baca Juga : Kepala Suku di Papua : Dulu Kami Takut Kalau Ada TNI atau Polri, tapi Sekarang Terbantu Secara Ekonomi
Selama dua jam, mereka berjalan diatas kerikil tajam yang melukai kaki mereka.
Ditambah lagi mereka harus melawan dinginnya suhu udara tanpa sehelai kainpun yang melindungi kulit tubuh mereka.
“Awalnya kami ingin ke Puncak Kabo. Namun setelah kira-kira 2 jam berjalan kaki, KKB ini meminta berhenti dan mengikat kami semua. Katanya mereka menunggu bos kami Jonny Arung (korban yang saat ini belum ditemukan-red). Jonny adalah bos kami di lapangan. Dia juga bagian Humas di PT Istaka Karya,” tutur Jimmy.
“Saat itu teman kami Emmanuel BN Bano bersama Efrandi P Hutagaol (keduanya telah ditemukan meninggal-red), mencoba untuk menghubungi bos. Namun tak ada jawaban,” lanjut Jimmy.
Seorang pendeta dan dua orang anggota masyarakat bersama-sama dengan Jony Arung bertolak ke lokasi upacara adat bakar batu mendatangi para kelompok KKB dan meminta agar melepaskan seluruh karyawan PT Istakan Karya.
Kelompok KKb pun enggan melepaskan Jimmy dan kawan-kawannya.
Sudah dua jam lamanya tangan Jimmy dan karyawan PT Istaka Karya lainnya dililit tali.
Setelah itu ikatan tali tersebut dilepaskan, kemudian mereka disekap di salah satu kamp yang berada di Karunggame.
“Jadi tempat pemberhentian kami di Karunggame, disana ada juga camp. Di sanalah kami disekap pada malam hari tanpa baju dengan kondisi cuaca sangat dingin. Lalu dibangunkan pada pagi hari sekitar jam 06.00 WIT,” katanya.
Di pagi hari itu, Jimmy bersama karyawan lainnya dipaksa untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju Puncak Kabo.
Sesampainya di Puncak Kabo, mereka diikat dan diminta untuk berjongkok.
“Kurang lebih perjalanan kami 2 jam lagi dari Karunggame menuju ke Puncak Kabo. Sampai di Puncak Kabo, kami semua kembali diikat dan di sana lokasi teman-teman d eksekusi di depan mata saya,” tuturnya.
Sebelum dieksekusi di puncak Kabo, seluruh karyawan yang disekap, disiksa dan diminta mengaku sebagai anggota TNI.
Jimmy Rajagukguk, merupakan salah satu korban yang berhasil selamat dari tragedi ini menyebut saat itu ada tiga orang rekan mereka yang merasa ketakutan lantaran diancam akan dibunuh.
Mereka terpaksa mengaku sebagai anggota TNI dari Kopassus, BIN, atau Bais.
Ketiganya juga diminta untuk memegang senjata laras panjang milik KKB sambil mengaku berasal dari anggota TNI.
“Jadi mereka membawa alat kamera untuk merekam. Ada tiga orang teman kami diminta mengaku sebagai anggota TNI yang berasal dari satuan Kopassus, BIN dan Bais. Saya secara pribadi tidak tahu maksud mereka. Di Puncak Kabo kami ketakutan, disiksa dan hanya bisa berdoa agar Tuhan melindungi kami,” kata Jimmy.
Tak berselang lama setelah pengambilan video, mereka dijadikan satu dan ditembak dengan jarak kurang lebih 2 meter dengan menggunakan 6 pucuk senjata laras panjang dan 3 buah pistol.
“Saat itu, saya melihat mereka memiliki 6 pucuk senjata laras panjang dan 3 senjata laras pendek. Itu yang saya lihat. Tidak tahu apakah mereka masih memiliki senjata lain yang disembunyikan,” katanya. “Senjata itu digunakan untuk menembak kami. Ada tari-tarian yang mereka lakukan. Lalu mereka menembak sambil mengelilingi dan menari. Saat itu, tembakan mereka jadi tidak terarah dan ada di antara kami yang tidak kena tembak, termasuk saya. Namun, kami semua pura-pura mati,” tuturnya.
Usai menembak secara brutal, kelompok KKB meninggalkan mereka dan menuju ke atas bukit.
“Jadi, di dekat lokasi eksekusi, mereka menggali tanah dan menancapkan kayu. Di kayu itu ada sebuah surat yang mereka letakkan di sebuah tas noken. Kemudian mereka pergi meninggalkan kami begitu saja dengan naik ke bukit. Mereka berpikir kami semua sudah mati,” tuturnya.
Baca Juga : EKSKLUSIF: Sat 81, Pasukan Siluman Kopassus yang Diam-diam Diterjunkan untuk Buru KKB di Papua
Lebih lanjut Jimmy mengatakan bahwa ada 11 korban selamat dari 25 orang yang ditembaki.
Mereka ini berhasil selamat karena pura-pura mati.
Aksi penyelamatan diri Jimmy dengan kawan-kawan yang selamat ini tidaklah mulus.
Baca Juga : Duka Lara Dirasakan Oleh Jonathan Saat 4 Anggota Keluarganya Jadi Korban Pembantaian di Nduga Papua
KKB menangkap basah mereka masih hidup lantas langsung mengejar, dan beberapa dari teman-teman Jimmy ada yang tertangkap.
“Jadi dari 11 orang. Banyak di antara kami yang terluka tembakan di kaki dan di tangan. Lalu kami menyelamatkan diri masing-masing dengan arah yang berbeda. Saya awalnya berlari bersama dua teman yaitu almarhum Efrandi P Hutagaol dan Rikki Kardo Simanjuntak (korban yang belum ditemukan),” katanya. “Saat itu, saya bersama Rikki lari paling belakang. Saat itu, teman Hutagaol dalam kondisi terluka tembakan di telapak kakinya sehingga tak bisa berlari kencang,” ungkap Jimmy.
(*)
Source | : | Kompas.com,GridHot.ID |
Penulis | : | Linda Rahmadanti |
Editor | : | Linda Rahmadanti |
Komentar