Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati
GridHot.ID -Kawasan pesisir pantai Anyer, provinsi Banten, hingga Lampung diterjang gelombang Tsunami pada Sabtu malam (22/12/2018) pukul 21.30 WIB.
Tsunami Banten yang datang tiba-tiba tanpa diikuti gempa itu diduga terjadi akibat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau.
Selama ini, aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau dianggap sebagai hal yang biasa. Namun pada hari ini, Kamis (27/12/2018) status gunung Anak Krakatau resmi ditingkatkan.
Hal ini seperti dikutip GridHot.ID dari Kompas.com.
Status Gunung Anak Krakatau dinaikkan menjadi siaga level III setelah sebelumnya berstatus waspada.
Perubahan status ini lantaran adanya peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau yang terus meningkat sejak Rabu (27/12/2018) sore.
Perubahan status ini dikonfirmasi oleh Ketua Tim Tanggap Darurat Erupsi Gunung Anak Krakatau Kushendratno.
"Betul, (status) naik siaga sejak hari ini pukul 06.00 WIB," kata Kushendratno saat dihubungi Kompas.com, Kamis (27/12/2018).
Naiknya status Gunung Anak Krakatau menjadi siaga level III membuat raidus bahaya diperluas dari sebelumnya dua kilometer menjadi lima kilometer.
"Imbauan untuk warga untuk menghindari radius lima kilometer dari Gunung Anak Krakatau," imbau dia.
Baca Juga : Coba Dekati Gunung Anak Krakatau, Tim BMKG Dihadang Abu Vulkanik Seperti Pecahan Gelas
Hingga saat ini, Tim Tanggap Darurat Erupsi Gunung Anak terus memantau visual aktivitas Gunung Anak Krakatau di pos pantau Pasauran, Cinangka, Kabupaten Serang.
Kushendratno meminta warga untuk tenang dan tidak panik.
Pihaknya akan terus melaporkan perkembangan terbaru terkait aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Gunung Anak Krakatau ini masih aktif untuk tumbuh besar dan tinggi dengan melakukan erupsi.
Gunung Anak Krakatau baru muncul dari permukaan laut tahun 1927.
Rata-rata tambah tinggi 4-6 meter per tahun.
Energi erupsi yang dikeluarkan juga disebut tidak besar.
Baca Juga : Saat Gunung Krakatau Meletus Tahun 1883 : Bukannya Selamatkan Diri, Warga Malah Menyambutnya dengan Perayaan
Sangat kecil sekali peluang terjadi letusan besar seperti letusan Gunung Krakatau pada 1883.
Sejak 18 Juni 2018, Gunung Anak Krakatau memang mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.
Ada pergerakan magma ke luar permukaan sehingga terjadi erupsi.
Krakatau adalah kepulauan gunung yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra yang termasuk dalam kawasan cagar alam.
Nama Gunung Krakatau pernah disematkan pada salah satu puncak gunung berapi di sana yang sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883.
Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau.
Gunung Anak Krakatau berada di kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya.
Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan.
Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12 meter (40 kaki).
Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut.
Anak Krakatau saat ini secara umum oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan "Gunung Krakatau" juga, meskipun sesungguhnya adalah gunung baru yang tumbuh pasca letusan sebelumnya.
Sementara itu, 4 jam sebelum Tsunami menerjang Banten pada 22 Desember 2018 lalu, Gunung Anak Krakatau terpantau mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.
Hal ini seperti dikutip GridHot.ID dari akun Twitter @IgersBanten pada 23 Desember 2018.
Dalam video tersebut terlihat aktivitas erupsi gunung yang menyemburkan abu vulkanik ke udara.
"Erupsi Gunung Krakatau #Anyer #IGERSBANTEN Sabtu 22 Desember 2018 pukul 18.00 wib telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau berupa abu vulkanik berwarna hitam pekat yang mengarah ke timur laut dan timur. Selain itu, pengamatan langsung dilapangan oleh tim patroli pengamanan," tulis @IgersBanten.
Baca Juga : Abu Vulkanik Hitam Pekat Dimuntahkan Gunung Anak Krakatau 4 Jam Sebelum Tsunami Banten Menerjang
(*)