Laporan Wartawan GridHot.ID, Linda Rahmad
GridHot.ID - Pasca tsunami Banten pada Sabtu malam (22/1/2018) pukul 21.30 WIB, aktivitas Gunung Gunung Anak Krakatau menjadi sorotan.
Dilansir GridHot dari Kompas.com, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) baru saja merilis citra satelit Gunung Anak Krakatau yang menunjukkan perubahan morfologi mulai dari Agustus 2018 hingga Januari 2019.
LAPAN membandingkan citra satelit dari tiga waktu, yaitu 30 Agustus 2018, 29 Desember 2018, dan 9 Januari 2019.
Ketiga citra tersebut semuanya diambil pada pukul 05.47 WIB.
"(Dari ketiga citra satelit tersebut) dapat diketahui bahwa ada perubahan morfologi yang terjadi di G. Anak Krakatau dengan cukup berat," tulis keterangan pers yang diterima dari Rokhis, Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN.
"Terlihat pada citra tanggal 29 Desember 2018, bagian tubuh G. Anak Krakatau bagian barat-barat daya telah hancur, diduga mengalami longsor dan masuk ke laut estimasi dengan luasan area yang berkurang sekitar 49 Ha," imbuhnya.
Baca Juga : Temukan 2 Retakan Baru di Tubuh Gunung Anak Krakatau, BMKG Khawatirkan Adanya Tsunami Susulan
Lebih lanjut Rokhis mengatakan bahwa meski mengalami longsor, namun area tersebut dapat dengan cepat memulihkan diri.
Hal ini terbukti pada citra satelit tanggal 9 Januari 2019.
"Akumulasi erupsi setelahnya mengeluarkan material vulkanik yang terkumpul di sekitar kawah sehingga bagian barat-barat daya Gunung Anak Krakatau kembali muncul ke atas permukaan air seperti yang terlihat pada citra tanggal 9 Januari 2019.
Baca Juga : Sudah Dinyatakan Berstatus Siaga, Letusan Gunung Anak Krakatau Tiba-tiba Berhenti Sama Sekali
Hal yang sama juga dikatakan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNBP, Sutopo Purwo Nugroho dalam cuitannya.
Ia membalas cuitan dari James Reynold dengan memberikan sedikit penjelasan.
"Perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau yang begitu cepat. Pascalongsor bawah laut (22/12/2018) menyebabkan kawah berada di bawah permukaan laut. Namun pada 9/1/2019 bagian barat-barat daya yang sebelumnya di bawah permukaan laut, saat ini sudah di atas permukaan laut," tulis Sutopo Purwo Nugroho.
Pasca tsunami Selat Sunda, Gunung Anak Krakatau masih sering kali mengalami erupsi berkali-kali hingga statusnya naik menjadi siaga level III pada 27 Desember 2018 lalu.
Akun Twitter @EarthUncutTV berhasil mendokumentasikan kondisi penampakan terkini Gunung Anak Krakatau.
Dalam unggahan tersebut memperlihatkan perubahan Gunung Anak Krakatau yang cukup signifikan.
Baca Juga : Pasca Meletus, Tinggi Gunung Anak Krakatau Menyusut dari 338 MDPL Jadi 110 MDPL
Puncak kawah Gunung Anak Krakatau banyak yang hilang.
Ketinggian Gunung Anak Krakatau juga hampir sama dengan permukaan air laut.
Tak hanya itu, air yang berada di sekitar Gunung Anak Krakatau juga berubah warna menjadi oranye.
Terkait fenomena Gunung Anak Krakatu ini, Sutopo Purwo Nugroho kembali memberikan penjelasannya.
Menurut Sutopo, perubahan air menjadi berwarna oranye ini dikarenakan hidrosida besi (FeOH3) yang mengandung zat besi tinggi keluar dari kawah dan larut ke dalam air laut.
"Kondisi Gunung Anak Krakatau pada 11/1/2019 yang didokumentasikan. @EarthUncutTV. Warna orange kecoklatan adalah hidrosida besi (FeOH3) yang mengandung zat besi tinggi yang keluar dari kawah dan larut ke dalam air laut. Tubuh Gunung Anak Krakatau telah banyak berubah, tulis Sutopo.
(*)