Laporan Wartawan Gridhot.ID, Septiyanti Dwi Cahyani
Gridhot.ID - Jumat, 15 Maret 2019 mungkin akan menjadi hari tergelap di Selandia Baru.
Kedukaan mendalam dirasakan seluruh warga Selandia Baru atas kasus teror penembakan yang menyerang Masjid Al Noor di kota Christchurch.
Seperti yang dilansir dari Kompas.com, beredar sebuah video yang menunjukkan aksi gila penembakan terhadap jemaah di Masjid Al Noor, Christchurch pada Jumat (15/3/2019).
Dalam rekaman tersebut terlihat seorang pria keluar dari mobil dan mengambil senjata yang diletakkan di kap belakang mobilnya.
Ia kemudian melangkahkan kaki menyusuri jalan menuju sebuah masjid dan mulai melancarkan aksi brutalnya.
Tak berapa lama pria itu memberondong para jemaah dengan tembakan secara brutal.
Puluhan orang dilaporkan meninggal dalam tragedi berdarah ini.
Tak hanya di Masjid Al Noor, penembakan juga terjadi di Masjid Lindwood yang juga berlokasi di Kota Christchurch.
Sadisnya, aksi ini juga sempat disiarkan secara live (langsung) di Facebook.
Melansir dari Suar.id, kepolisian Christchurch juga menemukan dua bom rakitan yang dipasang di mobil pelaku.
Namun, dua bom tersebut sudah berhasil dijinakkan.
Setelah video itu beredar dan viral di media sosial, beberapa warganet justru fokus pada senjata yang digunakan pelaku.
Karena dalam video tersebut, pelaku penembakan menggunakan senjata api berwarna hitam yang dipenuhi dengan tulisan berwarna putih.
Dan berikut ini adalah beberapa simbol yang berhasil terbaca oleh Suar.ID.
Tulisan 'Sebastiano Venier'
Sebastiano Venier merupakan seorang pengacara di masa mudanya yang juga tergabung dalam perang di Pertempuran Lepanto.
Pada tahun 1750, Venier menjadi kapten dari armada di Venesia dalam perang baru melawan Turki Utsmani.
Venier juga menjadi komandan kontingen Pertempuran Lepanto saat Liga Kristen berhasalkan mengalahkan pasukan Turki Utsmani.
Tulisan 'Marcantonio Colonna'
Marcantonio Colonna adalah seorang bangsawan Italia sekaligus Raja Sisilia.
Baca Juga : Nasi Cadong, Makanan Sehari-hari Vanessa Angel di Balik Jeruji Besi yang Bikin Bibi Ardiansyah Meradang
Ia juga menjadi komandan pasukan berkuda Spanyol dalam pertempuran Lepanto di tahun 1571.
Saat itu, Colonna berhasil menyelamatkan komandan Don John Austria dari serangan tentara Turki Ottoman.
Colonna juga melakukan serangan balik hingga akhirnya orang-orang Turki terusir dari wilayahnya.
Keberhasilan Colonna inilah yang memukul mundur kapal-kapal Turki Ottoman lainnya.
Baca Juga : 4 Fakta Kasus Penikaman Penumpang Transjakarta Lantaran Duduk Mengangkat Kaki
Tulisan 'Vienna 1683'
Kata Vienna 1683 merucuk pada pertempuran Wina yang terjadi pada tahun 1683.
Dalam pertempuran itu, Austria berperang dengan Turki Ottoman untuk memperebutkan wilayah.
Selama dua bulan, Wina, Ibukota Austria dikepung oleh tentara Ottoman.
Kemenangan itu hampir jatuh ke tangan Turki.
Namun, karena mendapat bantuan dari Polandia, akhirnya Austria berhasil melawan dan mengalahkan tentara Ottoman.
Pasukan Turki Ottoman pun terpaksa mundur dari pertempuran dan kembali ke negaranya.
Beberapa simbol di atas seolah mengisyaratkan bahwa pelaku memang ingin membangkitkan supremasi kulit putih di Selandia Baru.
Baca Juga : Pernah Hantam Bumi 2.700 Tahun Lalu, Peneliti Sebut Badai Matahari Dapat Ganggu Jaringan HP hingga Listrik
Selama ini, Selandia Baru dikenal sebagai negara paling damai dan memiliki angka toleransi tinggi.
Maka tak heran, jika banyak penduduk dunia yang turut merasa sedih dan kecewa atas kejadian ini.
Sebelumnya telah diberitakan terjadi penembakan secara brutal di Masjid Al Noor, Christchurch, Selandia Baru pada Jumat (16/3/2019).
Diketahui penembakan itu dilakukan oleh seorang pria asal Australia bernama Brenton Tarrant.
Baca Juga : Janin Bertahan Hidup di Kandungan Tanpa Air Ketuban, Sang Ibu Malah Menyebut Anaknya Itu Bayi Setan
Dikutip dari AP, pria berusia 28 tahun itu sebelumnya telah menuliskan manifesto setebal 37 lembar untuk melakukan aksinya.
Ia telah merencanakan dan melatih anggotanya untuk menyerang dua masjid di Christchurch.
"Menuju masyarakat baru kita maju pantang mundur dan membicarakan krisis imigrasi massal," demikian salah satu petikan manifesto berjudul "The Great Replacement" itu.
Manifesto itu juga menuliskan bahwa serangan itu adalah balasan untuk para penyerang di Tanah Eropa dan mereka yang memperbudak jutaan warga Eropa.
"Kita harus memastikan eksistensi masyarakat kita dan masa depan anak-anak berkulit putih," demikian bunyi dari manifesto tersebut. (*)