Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade Prasetyo
Gridhot.ID - Iklim pada jaman modern ini seakan tak bisa ditebak lagi.
Dunia berusaha meredam laju perubahan iklim dengan berbagai teknologi yang dikembangkan.
Namun, bencana dan kerusakan akibat perubahan iklim makin sering terjadi.
Baca Juga : Fenomena Tragis Akibat Perang, Bocah Perempuan 9 Tahun Dipaksa Menikah dengan Pria Paruh Baya
Manusia harus semakin waspada dengan perubahan fenomena alam yang bisa terjadi kapanpun.
Selain itu, pemanasan global yang makin parah menyebabkan mencairnya lapisan es dan gletser di beberapa wilayah dengan cepat.
Dilansir Gridhot.ID dari Kompas.com Sabtu (23/3/2019), salah satu di antaranya adalah gletser yang menyelimuti Gunung Everest.
Fenomena cairnya gletser tersebut pun turut menguak sisa-sisa apapun yang terkubur di bawah es selama beberapa dekade.
Mulai dari jejak sejarah pendakian Evrest dan termasuk jenazah-jenazah para pendaki yang meninggal di sana.
Operator ekspedisi Himalaya menuturkan setidaknya ratusan orang telah tewas sejak tahun 1990-an saat mereka mencoba mendaki gunung tersebut.
Sebagian besar mayat diyakini masih terkubur di bawah salju.
Sekarang, berkat gletser yang mencair karena perubahan iklim, semua yang terkubur di bawah es mulai muncul ke permukaan.
"Karena pemanasan global, lapisan es mencair dengan cepat dan mayat-mayat yang sebelumnya terkubur selama bertahun-tahun kini mulai terlihat," ujar Ang Tshering Sherpa, mantan presiden Nepal Mountaineering Association (NMA).
Masyarakat setempat pun masih berkutat mengatasi masalah ini.
Pasalnya, pemerintah Nepal juga tidak tahu bagaimana cara menanganinya.
Masyarakat akhirnya memilih mengambil tindakan dengan membawa turun sebagian besar jenazah ke kota.
Namun, ini tidak bisa dilakukan untuk semua jenazah, sebab perlu biaya tak sedikit untuk mengurus mereka, antara 40.000-80.000 dollar AS (sekitar Rp 572 juta-1,145 miliar).
"Kami sudah menurunkan mayat sejumlah pendaki yang mati dalam beberapa tahun terakhir, tapi yang sudah lama meninggal dan terkubur kini mulai muncul," katanya menambahkan.
Baca Juga : Buntut dari Fenomena Warga Aceh Berbondong-bondong Buat Paspor, Harga Tiket Pesawat Akhirnya Diturunkan
Jenazah yang tertinggal di gunung kemudian ditutupi warga dengan salju dan batu.
Beberapa bahkan berfungsi sebagai penanda bagi para pendaki Gunung Everest karena benda milik para pendaki ada yang diletakkan di dekat lokasi mereka meninggal.
"Pendaki lain sudah siap mental melihat pemandangan seperti itu," tambah Tshering Pandey Bhote.
Baca Juga : BMKG Jelaskan Fenomena Tsunami Selat Sunda: Seperti Menjaring Ayam dengan Perangkap Gajah
Selain mayat-mayat itu, cairnya es rupanya juga menyingkap keberadaan penyakit kuno.
Menurut sebuah studi tahun 2015 yang diterbitkan dalam PNAS, sebuah virus berusia 30.000 tahun pernah ditemukan di lapisan es Kutub Utara, hal tersebut meningkatkan kekhawatiran jika kenaikan suhu juga turut menyebabkan meningkatnya penyakit mematikan.
Gletser yang mencair memang merupakan kekhawatiran seluruh dunia.
Sejak awal abad 20, gletser di planet ini telah berkurang dengan cepat.
Baca Juga : Deretan Hoax Paling Fenomenal Sepanjang Tahun 2018, Apa Aja Ya?
Misalnya saja jumlah gletser di Taman Nasional Gletser, rumah bagi sekitar 150 gletser, kini berkurang menjadi 30 saja.
Sejumlah studi memang sudah menunjukkan gletser di Everest, atau di hampir seluruh pegunungan Himalaya, tengah mencair dan menipis dengan cepat.
Salah satunya studi pada 2015 yang menunjukkan kolam di Khumbu Glacier, pendaki harus melewatinya untuk sampai ke puncak, tengah melebar karena percepatan melelehnya es itu.
Baca Juga : Berjuluk Tuan Muda Koin, Berikut Identitas Pemuda 24 Tahun di Balik Fenomena Hujan Uang Hong Kong
Meluasnya Khumbu Glacier juga menyebabkan munculnya mayat-mayat pendaki.
Seperti dilansir Gridhot.ID dari BBC Sabtu (23/3/2019), hal tersebut diakui oleh Tshering Pandey Bhote, Vice President Nepal National Mountain Guides Association.
Lokasi itu sendiri disebut-sebut sebagai tempat dengan tingkat kemunculan mayat tertinggi.
"Tapi kebanyakan pendaki sudah menyiapkan mentalnya untuk melihat pemandangan seperti itu ketika melintas," katanya.
Baca Juga : Fenomena Suara Misterius di Langit Pekalongan Bukan dari Pesawat Antonov, Ini Penjelasan Ilmiahnya
Pada 2016, tentara Nepal pernah harus mengeringkan Danau Imja di dekat Everest.
Hal ini lantaran kapasitas airnya yang bertambah dari lelehan gletser sudah mencapai level bahaya.
Kemudian, tahun 2018 lalu, sebuah tim peneliti menggali Khumbu Glacier dan menemukan esnya menjadi lebih hangat dari perkiraan.
Es terdingin suhunya -3,3 derajat Celsius, atau menjadi lebih hangat 2 derajat Celsius dari rataan suhu tahunannya.(*)