“Satu kilogram maggot (larva) bisa mengonsumsi satu kilogram sampah organik. Saya bayangkan ketika diterapkan setiap rumah, pemilahan sampah organik dan anorganik selesai di rumah tangga. Sampah organik akan diurai menjadi kompos,” katanya, Sabtu (13/4/2019).
Budidaya ini juga dapat menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi.
Baca Juga : Penembakan Brutal Terjadi di Klub Malam Australia, Empat Orang Jadi Korban
Selain itu, Maggot dapat menjadi pakan alternatif untuk ternak dan ikan yang lebih efisien dibanding menggunakan tepung ikan.
“Kita kembangkan mulai akhir 2018 oleh anak-anak Sekolah Kader Desa Brilian, dengan pengembangan ini kita bisa memberi beasiswa lebih banyak lagi. Tahun ini ada 3 anak mendapat beasiswa untuk kuliah, sebelumnya sudah ada sekitar 30 anak yang mendapat beasiswa,” ujar Adib.
Dia berharap, ke depannya budi daya lalat tentara hitam dapat dilakukan seluruh warga.
Baca Juga : Demi Sesuap Nasi, Seorang Kakek Tua Renta Tawarkan Jasa Cukur Rambut Keliling dengan Tarif Rp 5 Ribu
Hasil dari budidaya sebagian dapat digunakan untuk membayar iuran jaminan sosial ketenagakerjaan di di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
“Ini bagian gerakan untuk memberikan jaminan sosial bagi pekerja, terutama buruh di sekitar hutan, harapannya warga bisa membayar iuran dari menjual maggot."
"Tidak usah banyak-banyak, kalau setiap rumah bisa menghasilkan maggot 1 kilogram per hari, dalam sebulan bisa dapat Rp 90.000, itu sudah lebih dari cukup untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan,” kata Adib.
Ketua Pengurus Kampung Lalat Sarbumusi Sutarno mengatakan, selain dua kandang besar, saat ini baru sekitar 23 KK yang sudah melakukan budi daya.