Laporan reporter Gridhot, Nicolaus Ade Prasetyo
Gridhot.ID - Lalat merupakan jenis hewan yang kehadirannya dianggap sebagai pembawa penyakit.
Bagaimana tidak, lalat banyak ditemui di tempat tempat yang tak sehat.
Salah satunya adalah tempat sampah, tempat dimana para kawanan lalat banyak ditemukan.
Baca Juga : Takut Hubungan Intimnya Terbongkar, Seorang Kakek Paksa Cucunya Aborsi dengan Menggunakan Gantungan Baju
Namun, sejumlah pemuda di kampung yang berada di pinggir hutan lereng selatan Gunung Slamet mempunyai kemistri tersendiri dengan hewan ini.
Tak merasa jijik dan terganggu, beberapa waktu terakhir ini, warga di Grumbul Larangan, Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, ini tengah merintis pembuatan Kampung Lalat.
Dilansir Gridhot.ID lewat Kompas.com Minggu (14/4/2019), lebih dari 200 kepala keluarga (KK) merintis budidaya lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF).
Baca Juga : Penembakan Brutal Terjadi di Klub Malam Australia, Empat Orang Jadi Korban
Dua kandang besar dibuat sebagai rintisan usaha bersama, sementara kandang-kandang kecil disiapkan di setiap rumah untuk budidaya lalat yang memiliki nama latin hermetia illucens ini.
Abib Wong Alas, seorang penggagas Kampung Lalat Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) mengatakan, warga tertarik membudidayakan lalat tentara hitam sebagai solusi mengatasi persoalan pengelolaan sampah di Banyumas.
“Satu kilogram maggot (larva) bisa mengonsumsi satu kilogram sampah organik. Saya bayangkan ketika diterapkan setiap rumah, pemilahan sampah organik dan anorganik selesai di rumah tangga. Sampah organik akan diurai menjadi kompos,” katanya, Sabtu (13/4/2019).
Budidaya ini juga dapat menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi.
Baca Juga : Penembakan Brutal Terjadi di Klub Malam Australia, Empat Orang Jadi Korban
Selain itu, Maggot dapat menjadi pakan alternatif untuk ternak dan ikan yang lebih efisien dibanding menggunakan tepung ikan.
“Kita kembangkan mulai akhir 2018 oleh anak-anak Sekolah Kader Desa Brilian, dengan pengembangan ini kita bisa memberi beasiswa lebih banyak lagi. Tahun ini ada 3 anak mendapat beasiswa untuk kuliah, sebelumnya sudah ada sekitar 30 anak yang mendapat beasiswa,” ujar Adib.
Dia berharap, ke depannya budi daya lalat tentara hitam dapat dilakukan seluruh warga.
Baca Juga : Demi Sesuap Nasi, Seorang Kakek Tua Renta Tawarkan Jasa Cukur Rambut Keliling dengan Tarif Rp 5 Ribu
Hasil dari budidaya sebagian dapat digunakan untuk membayar iuran jaminan sosial ketenagakerjaan di di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
“Ini bagian gerakan untuk memberikan jaminan sosial bagi pekerja, terutama buruh di sekitar hutan, harapannya warga bisa membayar iuran dari menjual maggot."
"Tidak usah banyak-banyak, kalau setiap rumah bisa menghasilkan maggot 1 kilogram per hari, dalam sebulan bisa dapat Rp 90.000, itu sudah lebih dari cukup untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan,” kata Adib.
Ketua Pengurus Kampung Lalat Sarbumusi Sutarno mengatakan, selain dua kandang besar, saat ini baru sekitar 23 KK yang sudah melakukan budi daya.
Baca Juga : Turun ke Air Perbaiki Mesin Tambang, Seorang Penambang Pasir Hilang Diseret Buaya
Dalam waktu dekat, jumlahnya akan terus bertambah dan ditargetkan seluruh KK yang berjumlah lebih dari 200 melakukan hal yang sama.
Sebelum budidaya semua, sedang disiapkan kandang dengan nampan atas dan bawah yang dibentuk silinder menggunakan kelambu sebagai penutup, setiap rumah ukurannya 150 cm x 60 cm.
Kalau kandang besar yang sudah ada ukurannya 2,5 meter x 2 meter.
Baca Juga : Takut Dimassa, Seorang Jambret Memilih Sembunyi dalam Gorong-Gorong Selokan Ketika Dikepung Warga
Selain maggot, harga telur lalat rupanya cukup menggiurkan.
Dia mengatakan 1 gram telur dijual dengan harga Rp 10.000.
Uang hasil penjualan 50 persen untuk warga, 20 persen disisihkan untuk beasiswa sekolah dan 30 persen lainnya untuk pendamping.
Aksin (40), warga setempat yang membudidayakan lalat tentara hitam mengatakan, baru satu bulan melakukan budi daya dengan kandang berukuran 150 cm x 60 cm.
Baca Juga : Bawakan Materi Standup Komedi Soal Serangan Jantung, Selang 10 Menit Komika Tersebut Meninggal di Panggung
Ia mengaku baru dua kali memanen telur lalat. “Saya baru dua kali memanen telurnya, masing-masing 1 gram.
"Selain dapat menghasilkan uang tambahan, ini sangat membantu untuk mengurai sampah organik. Maggotnya juga dapat diolah menjadi pakan ternak ikan dan ayam, di sini banyak sekali yang ternak ikan,” tutur dia.
Sementara itu, pendamping Kampung Lalat Sarbusmi, Akbar mengatakan, dari hasil penelitian para ilmuwan terdapat lebih dari 800 jenis lalat.
Baca Juga : Orang Tua Taruh Pistol Sembarangan, Balita 4 Tahun Ini Menggunakannya untuk Tembak Kepala Sang Kakak
Dari berbagai jenis lalat itu, sebagian besar mengandung patogen, kecuali lalat tentara hitam.
“Lalat ini berbeda dengan jenis lalat yang lain. Lalat lain kalau ada kotoran langsung hinggap, kalau ini tidak hinggap, hanya mengelilingi kemudian hinggap di tempat yang kering, gelap dan sempit di sekitar kotoran, makanya tidak mengandung patogen,” kata Akbar.
Lalat tentara hitam, menurut dia, dapat menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi.
Telur lalat mempunyai harga jual yang tinggi.
Baca Juga : Bullying Kembali Terjadi, Tersebar Rekaman Perkelahian Dua Bocah di Pinggir Jalan Viral di Medsos
Selain itu, maggot dapat diolah menjadi maggot beku, maggot kering, tepung ikan dan lainnya sebagai pakan alternatif berprotein tinggi.
“Satu ekor lalat dapat menghasilkan 500-700 butir telur, untuk menghasilkan 1 gram telur butuh 14 hingga 13 ekor lalat, tergantung besar kecilnya. Sampah organik yang dimakan maggot otomatis menjadi kompos," ujar Akbar.(*)