Laporan GridHot.ID, Siti Nur Qasanah
GridHot.ID - Pelaksanaan Pemilu yang dilakukan pada 17 April lalu 2019 diwarnai dengan peristiwa yang memilukan.
Sejumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dinyatakan meninggal dunia menjelang dan saat pemungutan suara, hingga saat perhitungan suara berlangsung.
Sebagian besar dari korban yang meninggal dunia mengalami kelelahan parah setelah bekerja sekitar 24 jam nonstop untuk menyiapkan, melaksanakan, dan menghitung suara yang telah masuk.
Baca Juga : Diutus Jokowi untuk Temui Prabowo, Luhut : Kita Janjian Mau Ketemu
GridHot.ID mengutip dari Kompas.com pada Senin (22/4/2019), Komisioner KPU, Viryan Azis menyatakan berdasarkan data KPU ada 86 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang ditimpa musibah.
Berdasarkan data itu, diketahui bahwa 54 orang meninggal dunia dan 32 orang sakit.
Menurut Viryan, petugas yang meninggal dunia ataupun sakit sebagian besar karena kelelahan. Ada pula petugas yang mengalami kecelakaan.
Baca Juga : Usai Erin Taulany, Kini GIliran Pablo Benua yang Terang-terangan Sebut Prabowo Subianto Perlu ke Psikiater
Jumlah tersebut masih mungkin bertambah lantaran KPU terus melakukan pembaruan data.
Untuk saat ini, petugas juga masih melakukan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.
"Sangat mungkin masih bertambah karena sekarang rekapitulasi suara di kecamatan sedang berlangsung, KPPS, PPS, dan PPK terus merekap suara," ujar Viryan.
Banyaknya petugas yang meninggal selama proses pemilu, baik karena kelelahan, sakit, ataupun mengalami kecelakaan, rupanya mengundang keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk Ramlan Maulana selaku komisioner KPU Purwakarta.
Baca Juga : Ditagih Janji Potong Leher oleh Partai Gerindra, La Nyalla: Enak Saja!
Diwartakan oleh Tribun Jabar, Ramlan mengatakan bahwa tugas dan beban kerja petugas PPS di Pemilu 2019 yang mengagendakan pemilihan presiden, DPRD kota, kabupaten dan provinsi lalu pemilihan DPR dan DPD RI ini lebih berat dibanding Pemilu 2014 .
"Petugas PPS bekerja hampir seminggu sebelum hari-H dengan melaksanakan pengumuman dan sosialisasi. Lalu, 3 hari sebelum hari-H, harus mendistribusikan surat C6 yang berisi panggilan memilih. Mereka menyalin nama pemilih di DPT ke C6 secara manual," ujar Ramlan.
Mereka juga belum akan merasa tenang jika logistik pemilu belum sampai ke tangan mereka. Misalnya, logistik kotak suara hingga surat suara itu sendiri.
Baca Juga : Kebakaran Gudang Kotak Suara Pemilu 2019 Diduga Ada Unsur Kesengajaan, Polisi : Korselting Bukan Penyebabnya
Tidak jarang, proses persiapan itu sudah menguras tenaga, waktu dan pikiran. Belum rehat sejenak, pada hari-H, 17 April, mereka sudah mempersiapkan TPS dari mulai pukul 06.00. Sementara, dari pukul 07.00 hingga pukul 13.00, mereka mulai bertugas dengan melayani proses pemungutan suara.
Usai tujuh jam melayani pemungutan suara, bukannya istirahat layaknya pekerja kantoran, para petugas PPS ini langsung menggelar penghitungan suara manual.
Mereka menghitung satu persatu surat suara di lima kotak suara yang terdiri dari kotak suara pilpres, pemilihan anggota DPD dan DPR RI, DPRD kota, kabupaten dan provinsi yang jumlahnya mencapai ribuan.
"Kalau satu kotak suara ada 250 DPT, maka jika lima kotak suara sudah ada 1.250 surat suara. Dan itu dibuka, dicek tanda coblosan dan dihitung satu persatu. Anda bisa bayangkan jika dalam satu TPS, DPT-nya lebih dari 250," ujarnya.
Baca Juga : Kutuk Keras Aksi Teror Bom di Sri Lanka, MUI : Ini Jelas Perbuatan Tercela dan Tak Beradab
Syukur-syukur jika penghitungannya sesuai. Apabila ada kekeliruan, konsekuensinya harus dilakukan penghitungan ulang dari awal.
"Dan penghitungan suara di lima kotak suara itu harus dihitung ulang," katanya.
Pasca penghitungan, mereka pun harus menyusun kelengkapan administrasi di formulir model C secara manual.
Baca Juga : PGI Mengutuk Peristiwa Teror Bom di Sri Lanka yang Menewaskan 290 Jiwa
"Semuanya ditulis manual. Jadi petugas PPS berakhir kerjanya setelah suara dilimpahkan ke level kelurahan atau desa," ujarnya.
Di luar itu, diakui Ramlan, para petugas PPS saat ini bekerja di tengah post truth (pasca kebenaran) Pemilu 2019.
Menurut Ramlan, jauh hari, penyelenggara pemilu kerap dituding tidak netral hingga berbuat curang.
"Sedikit banyak itu memengaruhi psikologis para petugas PPS," ujar dia.
Baca Juga : Komentari Kasus Istri Andre Taulany, BPN Prabowo : Ngapain Kami Tanggapin Buang-Buang Waktu
"Maka tidak salah jika kita menyebut mereka sebagai pahlawan demokrasi Pemilu 2019," ujar Ramlan. (*)