Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade Prasetyo
Gridhot.ID - Pasca diumumkannya secara resmi hasil Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Selasa 21 Mei 2019 dini hari, banyak peristiwa yang tak terduga terjadi di tengah masyarakat Indonesia.
Mulai dari penolakan keputusan hasil Pemilu 2019 yang telah diumumkan sampai tindak anarkis yang terjadi setelah adanya aksi demonstrasi di depan kantor Bawaslu.
Ternyata keputusan hasil Pemilu 2019 yang telah diumumkan ternyata masih belum dapat diterima oleh masyarakat Indonesia secara utuh.
Tak hanya masyarakat saja, melainkan juga beberapa para elit politik juga merasa keberatan dengan keputusan Bawaslu.
Hal ini tampak pada kubu paslon 02 Prabowo - Sandiaga yang akhirnya kalah bersaing dengan paslon 01 Jokowi -Maaruf dalam Pemilu 2019.
Sebelumnya dikabarkan menjelang diumumkannya hasil rekapitulasi Pemilu 2019 secara resmi oleh KPU, kubu paslon 02 menolak tahap perhitungan suara dari KPU.
Seperti yang diberitakan Gridhot.ID, Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyatakan akan menolak hasil penghitungan suara Pemilu 2019 yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pasalnya, Prabowo menganggap telah terjadi kecurangan selama penyelenggaraan pemilu, dari mulai masa kampanye hingga proses rekapitulasi hasil perolehan suara yang saat ini masih berjalan.
Saya akan menolak hasil penghitungan suara pemilu, hasil penghitungan yang curang," ujar Prabowo saat berbicara dalam acara "Mengungkap Fakta-fakta Kecurangan Pilpres 2019" di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Selasa.
Setelah hasil pengumuman resmi Pemilu 2019 dari Bawaslu diumumkan dan mengetahui bahwa pihaknya kalah, paslon Prabowo-Sandi tetap keukeuh tak mau mengakui kekalahannya.
Baca Juga: Lembaga Pers Tuntut Pertanggungjawaban Untuk Jurnalis yang Jadi Korban Aksi 22 Mei
Bawaslu memberikan waktu selama tiga hari terhitung pada 21 Mei 2019 untuk mengajukan protes bagi siapapun yang tak setuju dengan keputusan hasil Pemilu 2019.
Pihaknya beserta BPN akan melakukan pengusutan banding ke Mahkamah Konstitusi untuk membuktikan dugaan kecurangan yang ada.
Namun, menggugat keputusan dari Bawaslu ke Mahkamah Konstitusi syaratnya tak semudah membalikkan telapak tangan.
Baca Juga: Misteri Penemuan Amplop dalam Saku Demonstran, Polisi Menduga Aksi 22 Mei Dipicu oleh Massa Bayaran
Dikabarkan dari Kompas.com (23/5/2019), apabila Prabowo dan BPN akan mengajukan pelaporan ke Mahkamah Konstitusi, mereka harus membawa berkas dan syarat syarat yang sudah ditentukan oleh MK.
Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono menyampaikan syarat apa saja yang harus dibawa pemohon.
"Jadi permohonan itu sendiri permohonan tertulis rangkap empat kemudian disertai daftar alat bukti dan alat bukti itu sendiri yang sesuai dengan daftar itu," ujar Fajar di Kantor Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (23/5/2019).
Isi permohonan tersebut adalah identitas pemohon, kewenangan MK, kedudukan kewenangan MK, kedudukan hukum, dan juga tenggat waktu pengajuan.
Kemudian, berkas permohonan itu juga harus diisi dengan posita atau hal yang dipersoalkan.
"Apa yang dipersoalkan? Apakah kecurangan? Terjadi di mana? Kalau kesalahan penghitungannya di mana? Kemudian ada petitumnya yaitu apa yang diminta," ujar Fajar.
Fajar mengatakan, alat bukti juga harus dibawa pada saat mendaftarkan gugatan.
Baca Juga: Angkat Bicara Usai Peristiwa Kerusuhan Tanah Abang, Anies Baswedan: Jakarta Aman, Tenang dan Teduh
Adapun, PHPU untuk Pilpres 2019 akan dibuka sampai Jumat (24/5/2019) pukul 24.00 WIB.
Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berencana mendaftarkan gugatan sengketa hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 ke MK pada Kamis ini.
Koordinator Juru Bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan berkas-berkas sebagai syarat mengajukan gugatan.
Tim kuasa hukum yang akan mendaftarkan gugatan terdiri dari empat orang.
Keempat orang tersebut adalah Denny Indrayana, Bambang Widjojanto, Irman Putra Sidin dan Rikrik Rizkian.(*)