Tak ada yang menafkahi, Dolly dan anaknya mulai kesulitan ekonomi.
Bermodal tubuh seksinya, Dolly mulai memasuki dunia gemerlap, dunia prostitusi awal tahun 1950.
Kecantikan Dolly dan kefasihannya berbahasa Belanda membuat banyak laki-laki mencarinya.
Sekejap ia menjadi idola, khususnya bagi para eksptariat yang baru turun dari kapal.
"Aku ini cantik. Tubuhku tinggi-ramping. Banyak lelaki tergila-gila," jelas Dolly.
Ketika jasanya dipakai, ia biasanya melayani klien di Hotel Simpang atau LMS.
Namun ia tak mau meminta bayaran uang usai berkencan dengan kliennya.
"Aku ini pelacur kelas atas. Aku enggak pernah mau dibayar," jelasnya.
Kompensasinya adalah: ia hanya mau menerima berbagai barang mahal. Dalam istilah Dolly, "Aku cuma menerima 'kado'."
Banyak klien yang ingin menikahi Dolly, namun ia tak mau lantaran tidak ingin nanti anak semata wayangnya menerima perlakukan kasar dari ayah tiri.
Tahun 1960, Dolly hujrah ke Kembang Kuning di mana adalah kompleks pelacuran Surabaya.