Dalam buku tersebut juga dijelaskan jika Soekarno tidak mau melawan kesewenang-wenangan yang menimpanya.
Menurut Maulwi Saelan yang merupakan mantan kepala protokol pengamanan presiden Soekarno menyebut jika Sang Putra Fajar itu rela hancur lebur asalkan Indonesia tetap utuh.
"Biarlah aku yang hancur asal bangsaku tetap bersatu," kata Bung Karno.
Di waktu lain Saelan memberikan kesaksiannya saat ia menjemput dan mengantar Mayjen Soeharto bertemu dengan Soekarno di Istana secara empat mata.
Usai pertemuan itu Bung Karno berbicara kepadanya.
”Saelan, biarlah nanti sejarah yang mencatat, Soekarno apa Soeharto yang benar.”
Maulwi Saelan sendiri tidak pernah paham maksud sebenarnya kalimat itu.
Seiring beralihnya kekuasaan, Saelan baru paham, ia ditangkap dan dijebloskan ke penjara-penjara di seluruh tanah air karena dianggap antek Soekarno.
Dari Rumah Tahanan Militer Budi Utomo ke Penjara Salemba, pindah ke Lembaga Pemasyarakatan Nirbaya di Jakarta Timur.
Sampai suatu siang di tahun 1972, alias lima tahun setelah ditangkap, dia diperintah untuk keluar dari sel.
Ternyata itu hari pembebasannya. Tanpa pengadilan, tanpa sidang, namun dia harus mencari surat keterangan dari Polisi Militer agar tidak dicap PKI.
"Sudah, begitu saja," kenangnya. (*)
Source | : | intisari |
Penulis | : | Seto Ajinugroho |
Editor | : | Seto Ajinugroho |
Komentar