Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Isu rasisme yang belakangan ini dikabarkan terjadi di daerah Jawa Timur dan menimpa masyarakat Papua memicu tragedi yang berujung pada aksi kerusuhan.
Isu rasisme tersebut tersebar melalui media sosial dan membuat masyarakat Papua tersinggung.
Aksi massa dan mahasiswa pun terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Demonstrasi pun juga pecah di beberapa kota di Papua dan berujung dengan kerusuhan.
Kerusuhan ini ternyata tak hanya disoroti media di Indoneisa, melainkan juga media Internasional.
Salah satu media Kanada CBC News, belakangan telah melakukan pembicaraan langsung dengan sosok pemimpin OPM Benny Wenda.
Dalam kesempatan itu, presenter CBC News Natasha Fatah menanyakan seputar isu rasisme yang berujung kerusuhan di papua.
Hasil video wawancaranya itu pun di unggahnya melalui akun Twitter pribadinya @NatashaFatah.
"Seorang pengunjuk rasa tewas di Papua Barat setelah seminggu kerusuhan untuk memerdekakan papua dari Indonesia. Banyak orang di Papua Barat mengatakan bahwa mereka adalah masyarakat yang berbeda, dan tunduk pada rasisme dan diskriminasi konstan.
Saya berbicara dengan pemimpin kemerdekaan Papua Barat @BennyWenda," tulisnya dalam Twitter.
Demikian Isi wawancara Benny Wenda dengan presenter CBC News.
"Mungkin ini adalah pertama kali selama 50 tahun terakhir tak ada seorang pun disini yang menyerukan masalah kemerdekaan padahal kami sudah membuat referendum kemerdekaan Papua dari Indonesia.
Sebab media-media di Indonesia mengabarkan pemerintahan Indonesia mengeluarkan sebuah amnesti, disinilah permulaan dimana orang Papua ingin memperoleh kemerdekaan dari Indonesia," buka Benny Wenda.
"Kenapa Papua harus berdiri sendiri dari Indonesia?" tanya Natasha.
"Papua adalah daerah kekuasaan Belanda dan pada tahun 1963 Indonesia secara ilegal berusaha menguasai namun hingga sekarang sebanyak 500.000 warga Papua terbunuh.
Itulah yang membuat kami ingin memperoleh kemerdekaan sendiri.
Selain itu orang Indonesia juga menganggap kami berbeda secara bahasa, daerah, dan budaya kami tidak sesuai.
Sementara kami sangat sama dengan orang-orang di daerah pasifik.
Kami bisa mengalahkan Indonesia 10 hingga 20 tahun mendatang, sementara sekarang kami seperti tak dianggap.
Maka dari itu kami meminta pada pemerintah Indonesia untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan.
Kami ingin meninggalkan Indonesia karena kami merasa tidak aman dan bergabung dengan negara kesatuan di Pasifik." jelas Benny Wenda.
"Lalu siapa yang digambarkan mirip dengan orang Papua?" lanjut Natasha.
"Orang Papua Barat sangat mirip dengan orang di Papua Nugini, Melanesia.
Di bagian Pasifik kami berada di lingkar orang orang Polinesia, Mikronesia dan Melanisia seperti Papua Nugini, Solomon, Fiji dan kepulauan lainnya.
Orang-orang Pasifiklah yang mempunyai kesamaan dengan orang Papua," lanjut Benny Wenda.
"Semenjak adanya isu Papua akan melepaskan diri dari Indonesia, anda menggerakkan orang-orang untuk berjuang, apa protes yang anda ajukan?" tanya Natasha kembali.
"Jakarta yang memprotes Papua, ini pertama kalinya dalam sejarah dua hari yang lalu Indonesia meblok internet akses.
Namun orang orang tetap berkorban dan tak peduli dengan berita itu.
Saya berbicara dengan seseorang di belakang rumah saya dengan telepon, ia mengatakan tanpa menggunakan internet ia tetap bisa memeriksa dan mengirim pesan serta telepon.
Selain itu beberapa militer Indonesia sudah masuk ke Papua dan kerusuhan semakin menjadi dan banyak yang terluka.
Saya membayangkan hal ini seperti yang terjadi di Timor Timur dahulu banyak juga orang yang terbunuh," jawab Benny Wenda.
"Lalu bagaimana anda mengantisipasi gerakan selanjutnya yang dilakukan pemerintah yang ada di Jakarta?" lanjut Natasha.
"Kami tetap menjaga perdamaian dan berbicara secara damai, tapi Indonesia selalu membuat kekerasan.
Seperti di Fak-fak, Sorong dan Manokwari, kami berusaha untuk menjaga perdamaian namun Indonesia selalu membawa kekerasan 50 tahun belakangan ini.
Itulah yang membuat kami selalu membuka jalan damai untuk memulangkan warga kami yang berada di Jakarta ke Papua.
Saya juga secara pribadi sudah menelepon Presiden Jokowi dan saya berkata biarka orang-orang saya bebas, berikan kami kemerdekaan," lanjut Benny Wenda.
"Lalu bagaimana tanggapan anda, anda selama ini tinggal di London sejak 2003 jauh dari rumah, kenapa isu itu muncul lagi sekarang?" pertanyaan penutup dari Natasha.
"Saya selalu kontak dengan orang-orang saya selama 24 jam dan selama 50 tahun terakhir tak ada satu orang yang tau.
Tentara Indonesia, dan Polisi selalu mendatangi asrama mahasiswa Papua dan berkata "pulang ke rumahmu Papua Barat monyet," menurut saya itu adalah alasan selama 50 tahun terakhir adanya diskriminasi.
Itu adalah tindakan diskriminasi dan rasisme dan sekarang saatnya bagi kita untuk bersatu dan keluar merobohkan tembok diskriminasi.
Saya berpikir itu juga adalah spontanitas orang Papua untuk meminta refrendum," pungkas Benny Wenda.(*)