Namun Freddy diketahui masih mengatur peredaran narkoba di balik jeruji.
Hingga akhirnya di tahun 2012 Freddy divonis hukuman mati karena terbukti mengimpor 1,4 juta butir ekstasi ke Tiongkok.
Sebelum eksekusinya di tahun 2016, Freddy Budiman sempat membuat kegaduhan luar biasa.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews, tulisan Haris Azhar selaku Ketua Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) tentang kesaksian Freddy terkait banyaknya oknum yang membantu peredaran narkobanya sempat membuat kehebohan.
Haris mengaku bertemu Freddy di selnya di LP Nusakambangan pada 2014.
Dalam pertemuan tersebut Freddy mengaku kepada Haris kalau dirinya meminta bantuan polisi, BNN, dan Bea Cukai untuk memasukkan narkobanya ke Indonesia.
"Saya telepon polisi, BNN, dan Bea Cukai, dan orang-orang yang saya telepon itu semuanya nitip (menitip harga)," tulis Haris menirukan omongan Freddy.
Freddy melalui pengakuannya ke Haris yang kemudian ditulis mengatakan kalau dirinya menyuap ke berbagai pejabat institusi termasuk BNN miliaran rupiah.
"Makanya saya tidak pernah takut jika ada yang nitip harga ke saya. Ketika ada yang nitip Rp 10.000 per butir, ada yang nitip 30.000 per butir, saya tidak pernah bilang tidak. Selalu saya okekan. Kenapa Pak Haris?"