Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati
GridHot.ID -Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko menyebut Benny Wenda sebagai tokoh di balik kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Benny Wenda yang kini bermukim di Inggris disebut telah memobilasi diplomatik serta memobilasi informasi yang salah sehingga menyulut kerusuhan Papua.
"Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu. Dia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar.
Itu yang dia lakukan di Australia, di Inggris," ujar Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Ia menilai apa yang dilakukan Benny Wenda merupakan strategi politik.
Moeldoko menambahkan, penanganan Pemerintah terhadap Benny tentu dilakukan secara politik dan tidak bisa menggunakan cara militer.
"Ini lebih politik karena dia bergerak di front politik dan kami sudah lakukan (komunikasi dengan otoritas Inggris)," tutur mantan Panglima TNI itu.
Meski kini mendapat sorotan, Benny Wenda nampaknya makin tak gentar.
Bahkan tak malu untuk mengemis bantuan pada Perdana Menteri Australia, Scott Morrison.
Hal ini seperti dikutip GridHot.ID dari artikel terbitan SBSNews Australia Selasa (3/9/2019).
Benny Wenda yang telah berada di pengasingan itu meminta Perdana Menteri Scott Morrison untuk mengutuk tindakan keras Indonesia terhadap aksi demonstran pendukung kemerdekaan Papua, agar tak menjadi 'Timor Timur berikutnya'.
Berbicara kepada SBS News dari Oxford, Inggris, Benny Wenda mengatakan situasi di Papua Barat 'sangat mirip' dengan perjuangan berdarah-darah untuk mencapai kemerdekaan yang terjadi di Timor-Leste alias Timor Timur, 20 tahun yang lalu.
"Itulah sebabnya saya menyerukan intervensi PBB karena saya tidak ingin ini berakhir seperti Timor Timur," katanya.
"Saya berharap Perdana Menteri Australia akan membuat pernyataan tentang situasi saat ini. Kita perlu Australia untuk keluar dan membuat pernyataan publik tentang krisis kemanusiaan di Papua Barat," lanjutnya seperti dikutip GridHot.ID dari SBSNews.
Benny Wenda mengatakan dia berharap rakyat Australia akan keluar untuk mendukung kemerdekaan Papua Barat dengan cara yang sama ketika mereka mendukung kemerdekaan Timor Leste.
"Apa yang terjadi, apakah Indonesia melakukan genosida dan ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Wenda.
"Berapa banyak orang yang perlu dibunuh agar PBB melakukan intervensi, untuk datang ke Papua Barat dan melihat apa yang terjadi?," lanjutnya.
Namun agaknya kini gayung tak bersambut.
Pasalnya, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia mengatakan kepada SBS News pada hari Senin (2/9/2019) bahwa Australia 'mengakui integritas dan kedaulatan wilayah Indonesia atas provinsi Papua'.
"Posisi kami jelas ditentukan oleh Perjanjian Lombok antara Indonesia dan Australia," lanjut pernyataan itu.
Perjanjian Lombok adalah perjanjian antara Indonesia dan Australia yang menguraikan kewajiban keamanan masing-masing negara.
Damien Kingsbury, seorang pakar keamanan Asia Tenggara di Universitas Deakin, mengatakan kepada SBS News bahwa Australia tidak mungkin dapat campur tangan karena perjanjian itu dan karena Papua Barat secara resmi diakui oleh PBB sebagai bagian dari Indonesia.
"Australia tidak mungkin meminta PBB untuk campur tangan dengan cara apa pun karena sejumlah alasan, yang paling tidak adalah Perjanjian Lombok yang menghalangi keterlibatan Australia dalam masalah Papua Barat dan menghormati kedaulatan Indonesia," katanya.
"Papua Barat diakui oleh PBB sebagai bagian dari Indonesia. Timor Timur tidak pernah diakui oleh PBB sebagai bagian dari Timor Timur dan itu adalah perbedaan mendasar yang membuat penyelesaian masalah Papua Barat jadi jauh lebih sulit," lanjutnya.(*)