Laporan Wartawan GridHot.ID, Siti Nur Qasanah
GridHot.ID - Kasus kerusuhan Papua yang dipicu dari ucapan rasis dan penyebaran dari beberapa pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka semakin menemukan titik terang.
Melansir dari Antaranews.com pada Selasa (3/9/2019), Polda Jawa Timur telah menetapkan kasus kerusuhan di Papua dipicu dari penyebaran berita hoax melalui media sosial.
Berdasarkan informasi yang didapatkan, kepolisian pun mencekal tujuh orang yang terkait dengan dugaan kasus ujaran rasialisme terhadap mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) Jalan Kalasan, Surabaya.
"Ada tujuh orang yang kami cekal, termasuk seorang tersangka. Pencekalan ini bertujuan untuk kepentingan penyidikan kasus rasialisme tersebut," kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Luki Hermawan.
Usai penetapan tersangka pada Tri Susanti, polisi juga menetapkan status tersangka pada Samsul Arifin yang juga terlibat dalam aksi ujaran rasis di AMP Surabaya.
Samsul Arifinditetapkan sebagai tersangka usai bukti ujaran rasisnya pada mahasiswa Papua di AMP diperoleh dari keterangan saksi-saksi serta hasil uji laboratorium forensik.
Dua tersangka itu pun resmi ditahan di Mapolda Jatim.
Melansir dari Kompas.com, penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim kembali mentapkan seorang tersangka terkait kasus demo asrama mahasiswa Papua, di Surabaya, Jawa Timur.
Penyidik menetapkan aktivis Veronica Koman sebagai tersangka setelah melakukan gelar perkara pada Selasa (3/9/2019).
Polisi juga mengaku telah mendalami bukti di media sosial serta meminta keterangan 3 saksi dan 3 saksi ahli.
Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan mengungkap bahwa Veronica diduga berada di luar negeri saat demo di depan asrama mahasiswa Papua tersebut.
"Yang bersangkutan sendiri tidak ada di lokasi saat aksi protes bendera di Asrama Papua Surabaya 16 Agustus lalu. Saat itu dia dikabarkan berada di luar negeri," terang Luki di Lobi Gedung Tribata mapolda Jatim, Rabu (4/9/2019).
Namun, menurut keterangan polisi, Veronica diduga menyebarkan konten berita bohong atau hoaks dan provokatif terkait Papua melalui akun Twitter-nya.
Saat ini, penyidik Polda Jawa Timur bersama Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri masih mendalami jejak digital Veronica.
Berdasarkan hasil sementara, sebagian konten diduga disebarkan dari Jakarta dan beberapa di luar negeri.
"Ada beberapa jejak digital yang masih didalami, masih ada yang didalami di Jakarta dan beberapa yang memang ada di luar negeri. Itu masih didalami laboratorium forensik digital," tutur Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (4/9/2019).
Bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) serta Interpol untuk melacak keberadaan Veronica, polisi akhirnya mengaku sudah mengetahui keberadaan aktivis tersebut pada Kamis (5/9/2019).
Kendati demikian, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo enggan menyebut lokasi keberadaan Veronica.
"Sudah (diketahui loksainya). Tapi enggak mungkin saya sampaikan karena masih proses penyidikan," tutur Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2019).
Untuk mengejar Veronica, Dedi mengatakan bahwa Polda Jawa timur akan bekerja sama dengan Divisi Hubungan Internasional (Div Hubiter) Polri, Direktorat Tindak Pidana Bareskim polri, dan Interpol.
Kerja sama itu dilakukan dalam rangka penerbitan red notice.
"Nanti Interpol mengirim surat ke negara dimana yang bersangkutan dideteksi berada. Nanti ada police to police. Kalau ada perjanjian ekstradisi kan cepat," ucapnya.
(*)