Kerap Marsius kecil menghabiskan waktunya memainkan seruling dan belajar secara otodidak maupun kepada orang-orang di kampungnya di Palipi daerah danau Toba.

Kisah Marsius Sitohang, Tukang Becak Tak Tamat SD Namun Jadi Dosen di Univeristas Sumatera Utara
Permasalahan ekonomi yang ia hadapi mengharuskannya untuk berani merantau ke Kota Medan untuk mencari lapangan pekerjaan.
Namun keahlian dalam hal opera Batak terutama musik seruling tersebut tak ia tinggalkan sampai di Medan.
Sebab darah seni telah mengalir dalam dirinya karena ia lahir dari keluarga seniman opera Batak dan dari jalur itulah kelak membuat jalan hidupnya berubah 180 derajat.
Pria kelahiran 1 April 1953 sempat menjajaki profesi sebagai pengayuh becak di Kota Medan.
Hanya berselang satu tahun saja profesi tersebut ia jadikan sebagai pegangan hidup kala merantau ke kota.
Suatu ketika, awal tahun 1980-an Marius yang tak meninggalkan opera Bataknya walaupun berada di Kota Medan.
Dikutip dari laman Kebudayaan.kemendikbud.go.id, ia diundang dalam sebuah seminar tentang musik tradisional yang diadakan di Taman budaya Medan, pada kesempatan itu Marsius beserta 5 orang pemain musik tradisional lainnya diperkenankan tampil.