Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Belakangan lalu viral sebuah ritual yang dilakukan oleh seorang pria tua di Desa Bendar RT 03 RW 01 Kecamatan Juwana, Pati, Jawa Tengah.
Dikutip Gridhot dari unggahan Facebook Yuni Rusmini, seorang pria bernama Supani (63) menjalani ritual dikubur hidup-hidup dengan kondisi badan yang tertutup kain kafan atau disebut dengan ritual Tapa Pendem.
Ritual itu mulai Supani pada Senin (16/9/2019) selepas maghrib.
Lengkap dengan kain kafan dan juga batu nisan, akhirnya Supani pun mulai dikuburkan di pelataran rumahnya.
Di unggahan yang berbeda di Instagram pada akun @ndorobeii, nampak Supani sudah mulai menjalankan ritualnya.
Di unggahan tersebut nampak beberapa video yang menunjukkan ritual Supani.
Disebutkan banyak warga yang ikut menyaksikan dimulainya ritual tersebut.
Nampak dalam video Supani sudah dikafani dan siap untuk dikuburkan hidup-hidup.
Di video yang berbeda terlihat para warga yang ikut melancarkan ritual Supani mulai memasukkan tanah ke kuburan yang sudah disiapkan dan ada Supani di dalamnya.
Ada pula video yang menunjukkan kalau kuburan Supani sudah diberikan bunga dan wangi-wangian.
Disebutkan Supani akan bertapa dengan kondisi terkubur dan dikafani selama lima hari dan hanya diberi jalan nafas atau saluran udara.
Usai lima hari di dalam kuburan, pada Jumat (20/9/2019), pukul 16.30, liang kubur tempat ritual topo pendem Supani alias Mbah Pani (63), warga Desa Bendar RT 3 RW 1 Kecamatan Juwana dibongkar.
Melansir dari TribunJateng.com, pembongkaran ini lebih awal satu jam dari rencana sebelumnya yaitu akan dibongkar setelah magrib.
Pihak keluarga dibantu warga membongkar liang kubur pertapaan menggunakan cangkul.
Setelah papan penutup liang tampak, pipa pralon yang digunakan Mbah Pani untuk saluran pernapasan dan berkomunikasi dengan keluarga disingkirkan.
Ketika papan penutup dibuka, Mbah Pani terbaring menyamping menghadap kiblat, dengan posisi tangan kanan berada di bawah.
Ia masih mengenakan kain kafan dantampak pucat dan lemas.
Keluarga segera turun ke liang untuk memberi makan dan minum kepada Mbah Pani lalu memandikannya dengan air kembang.
Setelahnya, kain kafan yang masih dikenakan Mbah Pani dilepaskan, kemudian ia diselimuti sarung.
Dibantu keluarga, Mbah Pani lalu keluar dari liang pertapaan.
Begitu keluar, Mbah Pani berpelukan dengan istrinya sambil bertangisan.
Setelah itu, tim medis dari Puskesmas Juwana memeriksa kondisi kesehatan Mbah Pani.
Meski tidak makan dan minum selama menjalani topo pendem, dari hasil pemeriksaan, Mbah Pani dinyatakan sehat, hanya saja masih lemas.
Hal itu wajar, karena Mbah Pani tak makan dan minum selama 5 hari.
"Kondisi fisiknya bagus. Pernapasan dan tensinya juga bagus. Apalagi selama di dalam bisa dikatakan kekurangan cairan," ujar Hardi Widiyono, anggota tim medis.
Sementara itu, Adik ipar Mbah Pani, Joko Wiyono menjelaskan alasan dipercepatnya pembongkaran liang pertapaan Mbah Pani memang tidak diduga.
Hal ini disebabkan kondisi papan penutup liang pertapaan memang sebagian mulai retak.
"Jadi keluarga khawatir kalau ada hal-hal yang tak diinginkan. Yang di dalam juga khawatir," ucapnya.
Usai keluar dari liang lahat, Mbah Pani kemudian berganti pakaian dan pamit untuk salat maghrib.
Setelah Isya, para tetangga diundang untuk Manaqiban di rumah Mbah Pani.
Menurut keluarga, Mbah Pani bersedia memberi sedikit keterangan usai pelaksanaan manaqiban.
Mbah Pani mengatakan topo pendem kali ini merupakan yang ke 10 atau terakhir.
Sebelumnya ia pernah dikubur selama tiga hari-tiga malam di rumahnya dan juga di luar desanya.
Berdasarkan keterangan warga sekitar, terakhir kali Mbah Pani melakukan ritual ini adalah 2001 lalu.
Sebelumnya, Mbah Pani melakukan ritual ini setahun sekali, setiap bulan Suro.
Adapun ritual terakhir ini dilakukan 18 tahun berselang.
Sutoyo, Carik Bendar sekaligus tetangga Mbah Pani juga memberi keterangan.
Sutoyo mengatakan, sehari-hari Supani bekerja sebagai pedagang bakso dan seniman ketoprak.
Kali pertama ritual ini dilaksanakan Mbah Pani pada 1991 dan yang ke sembilan pada tahun 2001.
"Beberapa waktu setelah ritual ke-9, beliau sempat sakit stroke. Jadi ritual penutup baru bisa dilaksanakan hari ini," ujarnya.
(*)