Namun demikian, untuk menghadapi hal yang tidak terduga kedua F-16 masing-masing dilengkapi dua rudal perontok pesawat AIM-9 Sidewinder dan 450 butir amunisi senapan mesin kanon kaliber 20 mm yang biasa digunakan untuk bertempur di udara.
Menjelang petang, Falcon Flight F-16 melesat ke udara dan tak lama kemudian kehadiran mereka langsung disambut oleh dua pesawat Hornet. Radar Falcon Flight segera menangkap kehadiran dua Hornet yang terbang cepat dalam posisi siap tempur.
Dari sisi kemampuan teknologi tempur dan jumlah pesawat, kekuatan pesawat F-16 TNI AU yang hanya mengerahkan dua jet tempur jelas berada di bawah Hornet-Hornet AS.
Selain menghadapi sejumlah Hornet di udara, kedua F-16 juga terancam oleh rudal-rudal antipesawat yang dimiliki oleh kapal-kapal perang AS yang sedang berlayar di perairan seputar Bawean.
Sementara dari sisi mesin, F-16 A/B menggunakan satu mesin sedangkan Hornet menggunakan dua mesin sehingga dari sisi power dan kecepatan serta jelajah terbang (combat radius), khususnya terbang rendah yang merupakan manuver dogfight untuk menghindari kejaran radar musuh, dalam hal ini, Hornet jauh lebih unggul.
Sebagai pesawat tempur multi fungsi bermesin ganda dan bisa dioperasikan dari kapal induk, Hornet juga merupakan pesawat tempur segala cuaca serta dilengkapi persenjataan canggih untuk keperluan dogfight seperti kanon M61 Vulcan kaliber 20 mm dan 4 rudal penghancur pesawat AIM-9 Sidewinder serta 2 rudal AIM-7 Sparrow.
Namun demikian dengan kemampuan multi fungsi dan bisa bertempur dalam segala cuaca serta dilengkapi persenjataan yang hampir sama, di tangan para pilot profesional TNI AU, pesawat-pesawat F-16 A/B dengan combat radius 550 km masih merupakan pesawat yang sangat mematikan bagi lawannya.
Karena baik pesawat F-16 maupun Hornet hanya mengandalkan kemampuan elektroniknya, yang kemudian terjadi adalah dogfight secara elektronik.
Selain itu, para pilot Hornet juga menyadari dua F-16 yang datang pasti bukan musuh mengingat masih merupakan pesawat produksi AS.