Laporan Wartawan Gridhot.ID, Candra Mega
Gridhot.ID - Maskapai penerbangan Garuda Indonesia kini tengah menjadi sorotan habis-habisan.
Pasalnya, Direktur Utama Garuda Indonesia terlibat kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton di dalam pesawat.
Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan akan mencopot jabatan Ari Askhara dari posisi Dirut akibat penyelundupan tersebut.
Erick Thohir menjelaskan, proses pemberhentian tersebut tetap dalam prosesnya yakni menunggu Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
"Saya akan memberhentikan saudara Direktur Utama Garuda dan tentu proses ini ada prosedurnya," ujarnya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/11/2019) seperti dikutip dari Kompas.
Erick mengungkapkan, pihaknya akan melihat lagi lebih dalam siapa saja oknum lain yang tersangkut dalam penyelundupan.
"Kita proses secara tuntas apalagi ada kerugian negara, tidak hanya perdata juga pidana," katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut potensi kerugian negara dari Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal yang dibawa pesawat Garuda Indonesia dari Prancis mencapai Rp 1,5 miliar.
"Dengan demikian total kerugian negara, potensi atau yang terjadi kalau mereka tidak melakukan deklarasi ini adalah antara Rp532 juta hingga Rp 1,5 miliar," sebut Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2019).
Terbongkarnya kasus penyelundupan ini dinilai bisa menjadi pintu masuk pengungkapan masalah-masalah di BUMN, seperti dugaan gagal bayar Asuransi Jiwasraya dan dugaan korupsi di Bank BTN.
Kasus penyelundupan ini disebut sebagai "fenomena gunung es" oleh anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade.
"Fenomena gunung es lah, bahwa masih banyak lagi masalah di BUMN, tapi belum terungkap," ujar Andre kepada BBC Indonesia, Minggu (8/12/2019).
Andre Rosiade juga mengatakan kasus Garuda Indonesia ini termasuk "kasus kecil".
"Garuda itu hal yang kecil, bukan hal yang menonjol. Ada kasus Jiwasraya yang jauh lebih besar," ujar Andre.
Kasus yang disebut "mega skandal" oleh Andre Rosiade ini melibatkan perusahaan Jiwasraya yang diduga gagal membayar polis yang jatuh tempo kepada anggotanya senilai Rp 16,3 triliun.
Di sisi lain, perusahaan ini merugi sebesar Rp 13,74 triliun pada September silam.
"Itu contoh tata kelola BUMN yang bermasalah," kata Andre.
Nilai potensi kerugian negara dari gagal bayar Asuransi Jiwasraya disebut jauh lebih besar ketimbang kasus bailout Bank Century yang hanya senilai Rp 7 triliun.
Kasus-kasus lain yang kini sedang membelit BUMN antara lain dugaan korupsi di Bank BTN dengan PT Batam Island Marina (BIM).
Kasus korupsi senilai Rp 300 miliar ini diduga melibatkan sejumlah direksi BTN.
Akhir November lalu, Kejaksaan Agung menaikkan status kasus dugaan rasuah yang terjadi di BTN cabang Batam, Kepulauan Riau menjadi penyidikan.
Dengan begitu, Kejaksaan Agung bakal menetapkan tersangka dalam waktu dekat, baik dari pihak BTN maupun pihak korporasi yang terlibat.
Di sisi lain, sejumlah direksi BUMN terjerat kasus korupsi dan dijadikan tersangka oleh KPK pada masa kepemimpinan Menteri ESDM sebelumnya, Rini Soemarno.
Mereka antara lain Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) Andra Y Agussalam yang menjadi tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Juni silam.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Direktur Utama PT Inti Darman Mappangara sebagai tersangka kasus dugaan suap antar-BUMN, yang melibatkan PT Angkasa Pura II.
Direktur Utama Perum Perindo Risyanto Suanda juga menjadi tersangka dalam OTT oleh KPK karena diduga menerima suap terkait impor ikan.
KPK juga melakukan OTT terhadap salah satu direktur PT Krakatau Steel (KRAS) pada Maret silam.
Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Krakatau Steel.
(*)
Source | : | Kompas.com,BBC Indonesia |
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar