Bagi orang Inggris yang mengalami saat perang dunia, ada dua kisah kepahlawanan para veteran yang tak lekang dari ingatan mereka.
Pertama, tentang Harris si pengebom, yakni pria yang mengebom Dresden sebagai balas dendam Inggris atas pengeboman yang dilakukan Jerman lima tahun sebelumnya.
Cerita kedua adalah legenda seorang wanita bergaun sutera yang tak kenal lelah melawan sang diktator, yang waktu itu masih menyandang gelar Duchess of York.
Sementara bagi yang berusia 20-an, Ibu Suri adalah tokoh populer seperti dalam lukisan, nenek periang yang bisa tetap kokoh berdiri di atas kapal serta memancing di Skotlandia, meski telah menjalani dua kali operasi tulang pangkal paha dan dipasangi usus buatan.
Orang melihatnya sebagai pengemban tugas kerajaan yang tak terkalahkan: saat resepsi, di lapangan balap kuda, berburu, berkuda, berpawai.
Dia mengetuai serangkaian lembaga pendidikan dan sosial. la juga ketua kehormatan beberapa resimen, bahkan beberapa universitas menganugerahinya gelar kehormatan.
Toh di balik semua itu Elizabeth punya kelemahan. Ia suka bertaruh dalam jumlah besar saat balapan kuda dan tak tahan untuk tidak mengkonsumsi minuman keras seperti gin-tonic atau sampanye. Kalau ditegur, ia akan menjawab, "Ini cuma segelas."
Meski demikian dalam angket tentang keluarga kerajaan, Ibu Suri tampak paling menonjol.
Soalnya, tak ada yang bisa menandingi kontinuitas wanita energik dan periang yang menikah dengan putra kedua raja Inggris waktu itu, Pangeran Albert, pada tanggal 26 April 1923. la memang mempunyai kapasitas untuk itu.
Wanita cantik anak kesembilan dari Lord dan Lady Glamis ini termasuk dalam jajaran gadis-gadis menarik di zamannya.