Peserta dibagi dalam dua grup. Setiap grup mengikuti magang selama dua minggu, sejak 24 November 2019 hingga 8 Desember 2019, dilanjutkan pada 8 Desember hingga 22 Desember 2019.
Kegiatan magang dikemas dalam beberapa model: teoritis di kelas, diskusi kelompok, kunjungan ke sekolah, dan presentasi—baik hasil dari diskusi kelompok, maupun laporan kunjungan ke sekolah. Fokus dari semua materi adalah kepemimpinan sekolah.
Dalam ruang yang singkat ini, saya akan menulis hal-hal yang bernilai positif di Malaysia, sebagai sebuah perbandingan, maupun sesuatu yang mungkin untuk diadopsi, dimodifikasi, dan diterapkan di Aceh.
Untuk memudahkan pembaca, saya akan merumuskan dalam 12 temuan. Tentu ada banyak sekali hal (positif) lainnya yang tidak mungkin tersampaikan semuanya di sini.
Pertama, Malaysia membagi dua tingkatan sekolah: sekolah dasar dan sekolah menengah. Untuk sekolah dasar ditempuh selama enam tahun, sekolah menengah ditempuh selama lima tahun.
Tidak ada pemisahan antara SMP dan SMA (seperti kondisi di Indonesia). Lebih dari 95 persen sekolah berstatus negeri. Sekolah negeri disebut dengan sekolah kebangsaan.
Kedua, dalam pencapaian standar kompetensi lulusan bidang akademik, misalnya guru mata pelajaran di awal tahun merencanakan target pembelajaran yang terukur.
Umpama, di kelas A, akan ada berapa siswa yang mendapatkan nilai A. Target tersebut akan dicapai dengan strategi-strategi yang telah disusun. Di akhir tahun, guru melaporkan hasilnya.
Komentar