Dalam ruang yang singkat ini, saya akan menulis hal-hal yang bernilai positif di Malaysia, sebagai sebuah perbandingan, maupun sesuatu yang mungkin untuk diadopsi, dimodifikasi, dan diterapkan di Aceh.
Untuk memudahkan pembaca, saya akan merumuskan dalam 12 temuan. Tentu ada banyak sekali hal (positif) lainnya yang tidak mungkin tersampaikan semuanya di sini.
Pertama, Malaysia membagi dua tingkatan sekolah: sekolah dasar dan sekolah menengah. Untuk sekolah dasar ditempuh selama enam tahun, sekolah menengah ditempuh selama lima tahun.
Tidak ada pemisahan antara SMP dan SMA (seperti kondisi di Indonesia). Lebih dari 95 persen sekolah berstatus negeri. Sekolah negeri disebut dengan sekolah kebangsaan.
Kedua, dalam pencapaian standar kompetensi lulusan bidang akademik, misalnya guru mata pelajaran di awal tahun merencanakan target pembelajaran yang terukur.
Umpama, di kelas A, akan ada berapa siswa yang mendapatkan nilai A. Target tersebut akan dicapai dengan strategi-strategi yang telah disusun. Di akhir tahun, guru melaporkan hasilnya.
Jika ada yang tidak sesuai target, maka guru harus menganalisis kendala yang terjadi, untuk kemudian menjadi langkah perbaikan pada semester selanjutnya.
Ketiga, dalam percepatan pencapaian target negara, Dinas Pendidikan Malaysia mengemas program yang diberi nama TS25 (Transformasi 2025). Program ini akan berganti ke nama lainnya ketika targetnya sudah tercapai.
Sekolah yang terpilih untuk menjalankan program tersebut akan diberikan sejumlah dana dan didampingi secara menyeluruh.