Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Masih Bisa Foya-foya Tanpa Takut Tak Bisa Makan Keesokan Harinya, Sosok Ini Ceritakan Masa Kejayaan PNS Saat Gaji Terasa Sangat Melimpah, Jabatan Sederhana Tanpa Gelar Sarjana Tapi Bisa Punya Simpanan

None - Senin, 30 Desember 2019 | 20:42
Sosok ini ceritakan masa di mana Rupiah sangat kuat
kolase Pixabay dan Arsip Perpustakaan Nasional

Sosok ini ceritakan masa di mana Rupiah sangat kuat

Gridhot.ID - Rupiah ternyata pernah berjaya di masa pasca perang.

Dalam masa-masa tersebut, mereka yang berhasil mendapatkan pekerjaan stabil pasti merasakan betapa nikmatnya mendapat penghasilan tetap.

Salah satu orang yang menikmati masa tersebut adalah sosok yang satu ini.

Baca Juga: Janda Muda Tajir Melintir, Ini Status Medina Zein Sebelum Masuk ke Keluarga Azhari, Berawal dari Selebgram Hingga Punya Bisnis Omzet Milyaran

Berikut ini kisah Slamet Soeseno yang menceritakan pengalamannya saat ia hidup dalam masa Ketika Rupiah Masih “Enak”, seperti kisahnya dalam Majalah Intisari edisi Januari 1999.

Saya masih di kelas 3 MLS (Middelbare Landbouw School) Bogor di Negara Pasundan, Repoeblik Indonesia Serikat, ketika pada 1950 negara itu bersama Repoeblik Indonesia dari Yogya berfusi menjadi Repoeblik Indonesia.

Dengan begitu, uang merah Belanda di negara Pasundan beredar bersama-sama dengan uang putih ORI (Oeang Repoeblik Indonesia).

Baca Juga: Kakaknya Berani Bongkar Skandal Pelecehan Pramugari Garuda Indonesia, Adik Perempuan Hotman Paris Ini Ternyata Hidup Sejalur dengan Abangnya, Pengacara Kondang Spesialis Urusan Utang Piutang

Ketika Menteri Keuangan Meester Sjafruddin Prawiranegara memerintahkan agar semua uang merah Rp 5,- ke atas digunting menjadi dua bagian, banyak orang pingsan, setengah mati, atau getem-getem, tetapi tak bisa berbuat apa-apa.

Saya sendiri tidak apa-apa karena jarang mempunyai uang besar. Uang saku dari orangtua hanya Rp 4,- sebulan. Selalu receh-receh seperti pecahan 5 sen, ketip (10 sen), atau setalen (25 sen) dari logam yang bentuknya bulat, sesuku (50 sen), atau kadang-kadang Rp 1,-. Kedua recehan terakhir itu berupa uang kertas persegi panjang.

Pada 1951 saya lulus sekolah dan bekerja di Laboratorium Perikanan Darat, Bogor, di bawah Kementerian Pertanian, dengan gaji Rp 250,- sebulan. Dipotong Rp 50,- untuk bayar kos di rumah keluarga menengah, sisa gaji saya masih banyak. Dipakai bersenang-senang tiap akhir pekan, beli pakaian setiap bulan, dan jajan sehari-hari, tetap tersisa banyak.

Baca Juga: Seolah Mulan Jameela Cuma Pajangan Saja, Wanita Ini Berani Teriaki Ahmad Dhani Saat Sang Musisi Duduk di Atas Truk, Bikin Penasaran, Ini Sosoknya

Source : intisari

Editor : Grid Hot

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x