Gridhot.ID - Natuna hingga hari ini masih terus diperbincangkan rakyat Tanah Air.
Bagaimana tidak, isu Natuna bakal diambil alih oleh China diperkuat dengan adanya kapal militer yang berjaga di laut tersebut.
Apalagi setelah China mengeluarkan klaim memiliki hak di Perairan Natuna yang masuk sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Hal itu tidak mengherankan. Selain potensi perikanan, Natuna juga menyimpan cadangan gas raksasa di bawah lautnya. Bahkan cadangan gasnya, disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di dunia.
Gas alam di Natuna sendiri sebenarnya sudah lama dieksploitasi. Lapangan gas dengan produksi yang terbesar saat ini yakni Blok Corridor di West Natuna yang dikelola ConocoPhillip. Gas yang disedot dari lapangan ini hampir seluruhnya disalurkan ke Singapura.
Komposisi saham di blok ini yaitu Conocophillips 54%, Pertamina 10%, dan Repsol 36%. Diberitakan Kompas.com, Indonesia bakal menyetop pasokan gas ke Singapura pada tahun 2023 mendatang.
Selama ini, Singapura mendapat pasokan gas melalui Lapangan Suban Blok Corridor. Penyetopan transmisi gas ini dilakukan untuk meningkatkan stok gas bumi di Indonesia yang diprediksi akan habis sekitar 40 tahun mendatang.
"Jadi gas kita kan banyak di Sumatera, suplai ke Singapura akan habis di 2023. Kita akan tarik ke dalam negeri," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Selama ini, dalam kontrak jangka panjang, gas Natuna disalurkan ke Singapura lewat pipa sepanjang 656 kilometer ke Sakra, Singapura.
Produksi harian dari lapangan ini tercatat sebesar 325 juta kaki kubik atau MMBTU. Inilah yang membuat Singapura, khususnya untuk kebutuhan pembangkit listrik, begitu bergantung pada pasokan gas dari Natuna.
Gas alam ini, oleh pemerintah Singapura, kemudian didistribusikan sejumlah pembangkit listrik, industri, dan rumah tangga lewat jaringan gas perkotaan. Penyaluran gas ini nantinya akan disalurkan ke pipa Duri Dumai, Riau hingga penyebaran pasokannya merata sampai ke Sumatera. Gas ini akan mengalir menuju Pulau Jawa dan bisa dimanfaatkan ke seluruh Indonesia.
"Sumatera ke Jawa tinggal sambung dari Cirebon-Gresik. Sumbernya nanti dari ConocoPhillips Saka Kemang sehingga daerah ini tersambung," kata dia.
Untuk memperlancar distribusi gas ke seluruh Indonesia, pemerintah pun telah melakukan pendekatan ke beberapa penyalur gas. "Beberapa sumur sudah kami lakukan pendekatan untuk lokasi sehingga bisa sambung pipa dari Dumai," ucapnya.
Adapun pasokan gas di Kalimantan, rencananya akan disalurkan melalui jalur pembangunan pipa Trans Kalimantan. "Kami melihat potensi Natuna Blok D Alfa sangat besar dan bisa ditarik sampai Pontianak turun ke bawah," ujarnya.
East Natuna
Dikutip Kompas.com dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM), Indonesia memiliki cadangan gas bumi mencapai 144,06 triliun kaki kubik (TCF), terdiri dari cadangan terbukti (P1) sebesar 101,22 TSCF dan cadangan potensial (P2) 42,84 TSCF. Cadangan gas terbesar di Indonesia berada di Natuna, tepatnya berada di Blok East Natuna 49,87 TCF.
Selanjutnya disusul Blok Masela di Maluku 16,73 TCF, dan Blok Indonesia Deepwater Development (IDD) di Selat Makassar 2,66 TCF.
Besarnya kandungan gas alam di Natuna tersebut, membuatnya disebut-sebut sebagai cadangan gas terbesar di Asia Pasifik. East Natuna direncanakan baru bisa memproduksi gas pada tahun 2027.
Lamanya produksi karena belum ada teknologi yang mempuni untuk menyedot gas di kedalaman laut Nantuna. Masalah terberatnya, yakni kandungan gas CO2 yang mencapai 72 persen, sehingga perlu teknologi khusus yang harganya juga mahal.
Berbeda dengan blok lain di West Natuna, gas yang diproduksi dari East Natuna tak dijual melalui pipa ke Singapura, namun diharapkan bisa disalurkan ke Jawa lewat pipa yang tersambung dari Kalimantan Barat hingga Kalimantan Selatan dan sampai ke Jawa Tengah.
Wilayah kerja migas yang berlokasi di Kepulauan Natuna, berjumlah 16 WK, terdiri dari 6 WK produksi, 10 WK eksplorasi di mana 3 diantaranya dalam proses terminasi karena waktu kontraknya telah habis dan belum berhasil memperoleh temuan migas.
Keenam WK migas yang telah berproduksi tersebut adalah South Natuna Sea Block B yang dioperatori Conoco Phillips InC, Natuna Sea Block A yang dikelola Premier Oil Natuna Sea B.V, Kakap oleh Star Energy (Kakap Ltd). Kemudian Udang Block yang dikelola TAC Pertamina EP Pertahalahan Arnebrata Natuna. Dua lainnya adalah Sembilang yang dioperasikan Mandiri Panca Usaha dan Northwest Natuna oleh Santos.
Artikel ini telah tayang di Kontan dengan judul Singapura sangat bergantung pada Natuna, mengapa demikian?
(*)