Baca Juga: Mangkir Saat Dipanggil Polisi, Siwi Widi Pamer Foto Ini, Kondisi Ibunya Dijadikan Alasan
Pesawat melintasi daerah sebelah timur Muara Wahau, melalui ratusan kilometer hutan belantara tanpa penghuni. Ada bekas-bekas kamp penebangan kayu yang telah lama ditinggalkan.
Suara dari MNA 416
Selama itu saya memantau komunikasi pada SSB Frekuensi 6554 BERAU RADIO. Saya mengetahui di Berau cuacanya bagus, tidak ada lalu-lintas pesawat dari arah yang berlawanan. Pemantauan saya lakukan terus-menerus sejak lima menit setelah lepas landas dari Temindung.
Sekitar waktu itu saya dengar Merpati 416 memanggil-manggil BERAU RADIO, mengatakan pesawat itu bertahan pada ketinggian 7.000 kaki dan memberikan ancar-ancar kedatangan (ETA) di Berau pada pukul 0680 Z (GMT) atau waktu setempat pukul 14.08.
Saya memanggil-manggil Merpati 416 itu, untuk mengatakan bahwa cuaca di bawah sini agak lumayan, tetapi tidak ada jawaban. Barangkali saat itu pesawat itu sudah masuk ke dalam cuaca buruk, dibanting oleh aliran vertikal yang dahsyat.
Dari tempat itu pesawat saya tujukan lagi haluannya ke arah Berau. Jauh di sebelah utara sana saya lihat titik terang. Cahaya sekecil itu sudah lebih dari cukup untuk memberi harapan di dalam badai begini.
Bukit 2297 yang menandai "pintu masuk" ke lembah Sungai Kelai telah nampak jauh di kaki langit. Lembah ini biasa kami lintasi waktu cuaca buruk. Ketinggian medannya tidak melebihi 1.500 kaki.
Kalaupun kami mengalami naas, umpamanya mesin salah satu mati dan tidak mampu mempertahankan ketinggian, kami akan tetap dapat terbang sepanjang lembah ini dengan aman menuju Berau.
Navigasi kampungan