“Pemerintah bila ingin mengurangi over kapasitas di Lapas memang dimungkinkan dengan revisi PP 99/2012. Namun dengan kriteria syarat begitu ketat. […] Napi kasus korupsi yang berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan. Pertimbangan kemanusiaan usia di atas 60 tahun. Sebab daya imun tubuh lemah. Itu juga tidak mudah mendapatkan bebas,” tambah keterangan pers yang dimaksud.
Menkumham Yasonna Laoly mengklaim bahwa pihaknya telah berhati-hati, namun pihak lain, yaitu media tidak melakukannya.
“Kami masih exercise (usulan revisi itu). TIDAK gegabah. Beda dengan media, gegabah, berimajinasi dan provokasi,” tulis Yasonna pada Najwa Shihab.
Menurut Najwa, Menkumham agak berlebihan lantaran media sama sekali tidak berimajinasi.
"Kami sama sekali tidak berimajinasi. Pemberitaan media muncul dari rapat resmi Menkumham dengan Komisi 3 DPR melalui teleconference pada 1 april 2020. Semua keterangan soal usulan revisi PP No 9/2012 yang menyebut kriteria dan syarat yang memungkinkan pembebasan napi koruptor berasal dari penjelasan Menteri Yasonna sendiri dalam rapat itu," tulis Najwa Shihab dalam unggahannya.
Najwa Shihab juga berpendapat bahwa apabila usulan revisi tersebut memunculkan beragam reaksi adalah suatu hal yang wajar.
Ia mengatakan banyak kalangan yang merasa bingung terkait usulan tersebut.
"Memang banyak yang bingung, curiga bahkan marah. Bukan hanya masyarakat umum, aparat penegak hukum pun keberatan dengan usulan itu. KPK, misalnya, mengeluarkan pernyataan resmi: “KPK Menolak Pandemi COVID-19 jadi Dalih Pembebasan Koruptor,” tambahnya.
Najwa juga menambahkan berdasarkan kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa napi koruptor bukan penyebab kapasitas berlebih lembaga pemasyarakatan (lapas).