Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Menjadi petugas medis yang berada di garda terdepan dalam menangani pandemi global virus corona tentu bukan hal yang mudah.
Perjuangan mereka di tengah wabah virus corona yang merebak menjadi pusat perhatian.
Mengutip Kompas TV, dokter, perawat, tenaga medis di rumah sakit harus tetap siap siaga, mengawasi, merawat pasien.
Ketika mereka harus menghadapi pasien positif corona di ruang isolasi setiap hari mereka harus mengenakan APD yang lengkap agar tidak tertular.
Itu kalau mereka mendapatkan alat pelindung diri yang memadai dari rumah sakit mereka bekerja.
Kisah pilu, sedih, berjuang, berkorban pun muncul.
Mereka dokter, perawat, tenaga medis yang juga punya keluarga di rumah.
Mereka rela tidak pulang, karena takut keluarga tertular.
Adanya wabah yang tak kunjung henti ini agaknya membuat tenaga medis mengalami kondisi tertentu.
Seperti halnya yang dialami oleh Rohani, seorang dokter spesialis paru-paru.Dilansir dari Antara, meski sudah puluhan tahun menjadi dokter, Rohani sempat menghadapi stres saat pertama menangani pasien yang diduga terserang COVID-19.
"Saya kelelahan, sempat demam waktu pertama kali karena mungkin stres karena (wabah) ini baru meledak. Saya demam beberapa hari batuk pilek," kata dokter spesialis paru-paru itu kepada ANTARA.
Virus corona menyebar cepat di Pekanbaru, yang kini sudah masuk dalam zona merah penularan COVID-19.
Pasien terus mengalir ke ruang isolasi rumah sakit.
Baca Juga: Sempat Rawat Menhub Budi Karya, Dokter Wanita yang dikenal Murah Hati Ini Meninggal karena Covid-19, Putri Almarhum: Mama Akan Merawat Pasien Manapun Bersama tenaga medis lainnya, Rohani selama berjam-jam harus menjalankan tugas merawat pasien dengan mengenakan alat pelindung diri di tiga rumah sakit rujukan penanganan COVID-19, Rumah Sakit Syafira, Rumah Sakit Prima, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Madani Pekanbaru.
Para tenaga kesehatan harus selalu berhubungan dengan pasien untuk memberikan perawatan maupun konsultasi.
Kondisi yang demikian membuat tenaga medis seperti Rohani rentan tertular virus corona.
Berdasarkan data Dokter Indonesia (IDI) dan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), per 28 April 2020 sudah ada 40 tenaga kesehatan yang gugur dalam tugas berat menangani COVID-19.
Rohani pun pernah harus menjalani isolasi di rumah sakit sebagai pasien yang diduga terserang COVID-19.
"Saya sempat diisolasi, sempat merasakan isolasi seperti pasien lainnya," katanya, menambahkan, selama isolasi dia berusaha meningkatkan daya tahan tubuh agar cepat pulih.
Ia bersyukur hasil pemeriksaan menunjukkan dia tidak terserang virus corona sehingga bisa melanjutkan panggilan tugas untuk menangani pasien COVID-19.
"Saya langsung terjun lagi, balik kerja lagi, karena kita kekurangan tenaga dokter, di mana-mana kurang tenaga kesehatan,” katanya.
Setelah mengalami masa karantina, Rohani jadi lebih mudah memposisikan diri dalam menangani pasien yang stres saat pertama kali masuk ke ruang isolasi.
"Ada beberapa pasien sampai mau lari, buat tingkah, enggak mau makan. Kita sedang diuji sabar kita menghadapi mereka, karenanya harus memposisikan seandainya kita diposisi mereka," katanya.
Rohani bersyukur keluarganya terus mendukung meski waktunya kini terkuras untuk menangani pasien.
"Walau ada kekhawatiran, kita saling menjaga, saling menguatkan," katanya.
Selama bertugas menangani pasien COVID-19, Rohani juga mendapat banyak saudara.
"Setelah pasien pulang mereka ucapkan terima kasih sampai luar biasa, padahal memang itu tugas kita. Jadi mereka sering WhatsApp ke perawat dan dokter ucapkan terima kasih karena berminggu-minggu sama kita ya jadi seperti keluarga jadinya," kata Rohani.
Sampai sekarang jumlah pasien yang menjalani perawatan terkait penularan COVID-19 masih meningkat di Pekanbaru.
Rohani bersama para tenaga medis dan paramedis berusaha sebaik mungkin untuk mendukung penanggulangan wabah.
Dia hanya berharap setiap setiap warga secara sadar mau tetap berada di rumah dan menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona agar wabah segera berakhir.
"Mereka yang di rumah itu pahlawan sebenarnya," demikian Rohani.(*)