Satrio hanya bisa membawa dua tas sebagai bekalnya berjalan kaki dari Cibubur.
Dengan mengenakan celana pendek yang dipadukan kaos dan penutup wajah, ia membulatkan tekat berjalan kaki menempuh perjalanan pulang kampung melalui jalur pantura.
"Rata-rata berjalan 12 sampai 14 jam per hari, rata-rata menempuh 100 kilometer per hari," kata Satrio.
"Pokoknya kalau capek istirahat, Cibubur berhenti di Cikarang, Tanjung Pura Karawang dan berhenti di Klari," papar dia.
"Saya memutuskan jalan kaki karena Allah memberikan dua kaki, saya niatkan untuk pulang dengan berjalan kaki," tambahnya.
Satrio mengaku berjalan kaki sekuat tenaga dan tetap menjalankan ibadah puasa.
"Di sepanjang perjalanan antara Karawang hingga Tegal itu panasnya minta ampun, tetapi setelah memasuki Brebes dan Pekalongan cuaca mulai agak adem," tutur dia.
"Saking lamanya berjalan di bawah terik matahari, kulit saya sampai kayak terbakar, sedangkan kalau malam saya istirahatnya kadang numpang tidur di SPBU maupun warung-warung tempat pemberhentian truk," imbuhnya.
Langkah kakinya harus terhenti di kawasan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Itu lantaran aksi nekatnya berjalan kaki untuk pulang kampung kepergok sejawatnya di Persatuan Pengemudi Pariwisata Indonesia (Peparindo).
Source | : | Tribun Solo |
Penulis | : | None |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar