Menurut Yerry, meningkatnya kasus terkait pelanggaran UU ITE, menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran publik.
"Dan dalam prosesnya membangun atmosfer semua takut sehingga kritisisme dan potensi ruang demokrasi makin sempit," ujar dia.
Ia mengatakan, semakin banyaknya kasus terkait UU ITE harus menjadi konsen tersendiri.
Yerry menilai, ada beberapa poin di UU ITE, salah satunya pelaporan hanya karena status di media sosial.
Menurut dia, status tersebut bukan dokumen resmi dan hanya saluran pendapat, serta diubah sewaktu-waktu.
"Seharusnya pemerintah bisa mencabut beberapa pasal atau membatalkan lewat Perppu, karena korban makin banyak tiap tahun," kata Yerry.
Bagaimana mencegah agar tak ikut terjerat UU ITE dan tak merasa khawatir untuk berekspresi?
Menurut Yerry, kuncinya ada pada masing-masing individu.
"Memang mau enggak mau, proteksi yang harus dipakai adalah self-censorship. Mungkin harus hati-hati dalam sharing, hati-hati dalam membuat status, hati-hati dalam berkomentar," kata dia.
Cara lainnya, membatasi lingkaran pertemanan di dunia maya.
"Mungkin membuat filter di akunnya hingga mungkin lingkaran pertemanan saja yang dapat melihat dan lain-lain. Memang harus kembali ke orang masing-masing," ujar Yerry.
Yerry mengatakan, dulu, internet dilihat sebagai alat atau perangkat yang dapat membawa perubahan sosial.
Saat ini, internet bak menyimpan banyak "jebakan", terutama bagi mereka yang kurang mendapatkan bekal yang cukup soal literasi digital.
"Ada juga sih, soal kampanye literasi, kampanye digital, atau kita mengimbau orang-orang agar tidak ujug-ujug melapor, bahwa ini kita harus menghargai kebebasan berpendapat. Tapi ini kan susah, karena orang-orang yang melapor juga punya kepentingan sendiri," papar Yerry.
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Pengakuan Pemilik Akun yang Tulis 'Wanita Jawa Cocok Jadi Pembantu', Telanjur Viral & Dihujat: Demi.
(*)
Source | : | Tribun Jatim |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar