Dalam skenario ketiga ini pemulihan ketertiban dan keamanan (law and order) diambil alih oleh pemerintah pusat. Presiden selaku “Commander-in-Chief” mengerahkan tentara federal (US Military Forces) untuk menanganinya.
Sebenarnya dalam sejarah Amerika hal begini tidak lazim, namun tidak berarti tidak akan terjadi. Dua hari ini saya menyimak apa yang disampaikan oleh Presiden Trump bahwa setelah dia menilai para gubernur dan walikota umumnya lembek, akan dikerahkan kekuatan militer Amerika untuk mengatasi aksi-aksi protes yang dibarengi kerusuhan dan penjarahan ini.
Di samping tiga skenario itu tentu masih ada yang lain. Negara manapun, selalu memiliki rencana kontijensi. Jika situasi berubah total dan rencana operasi yang telah disiapkan gagal mencapai tujuan, dengan cepat akan disiapkan penggantinya. Hal ini menjadi domain dari institusi yang tugas pokoknya berkaitan dengan dunia pertahanan, keamanan dalam negeri (internal security) dan keamanan publik.
Kembali kepada ketiga skenario yang mungkin terjadi di Amerika itu, saya hanya akan menyoroti skenario ketiga. Mengapa secara khusus saya soroti, karena ini membawa risiko dan konsekuensi yang tidak kecil. Baik secara politik, hukum, sosial maupun keamanan. Juga berdampak pada citra Amerika Serikat di dunia.
Sebagai sahabat Amerika, saya sungguh tidak berharap skenario ketiga ini yang terjadi. Atau opsi untuk menggunakan kekuatan militer (US Army) ini yang akan ditempuh. Kecuali kalau situasinya memang sangat gawat dan keamanan nasional negara itu benar-benar terancam.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah memang ada keinginan dan rencana Presiden Trump untuk megerahkan kekuatan militer itu? Jawabannya “ada”. Secara eksplisit Trump mengatakan itu.
Dia juga mengatakan bahwa pengerahan dan penggunaan militer akan mengatasi masalah secara cepat. Barangkali Trump kecewa karena para Gubernur dan Walikota dinilai gagal untuk menguasai (Trump menggunakan istilah “dominate”) jalan-jalan di mana unjuk rasa terjadi, baik yang damai (peaceful) maupun yang tidak. Karenanya, tentara harus dikerahkan untuk menjalankan misi itu.
Sesuai ingatan saya, sepertinya belum pernah Amerika menurunkan militernya untuk menghadapi rakyatnya sendiri. Pengerahan tentara dalam mengatasi gangguan keamanan dan ketertiban yang dulu sering dilakukan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, justru kerap dicerca oleh Amerika dan negara-negara barat yang lain. Katanya, demokrasi tidak begitu. Rule of law yang benar juga tak begitu.
Gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat itu masih menjadi domain polisi. Bukan tentara. Kalau sekarang justru Amerika yang melakukan, ini akan menjadi “breaking news”.