Pada Mei 2019, Pemerintah Kota Depok menjelaskan bahwa pasal-pasal itu hasil saduran dari aturan sejenis di Tasikmalaya, Jawa Barat, dan tidak merepresentasikan maksud pemerintah dalam upaya mewujudkan kota religius.
Tahun ini, draf berisi pasal-pasal secara rinci itu tak lagi disertakan. Pemkot Depok hanya mengusulkan garis besar raperda dalam bentuk naskah ringkas/executive summary.
Dilansir dari Kontan.co.id, Rapat Paripurna DPRD Kota Depok, Jawa Barat, menyepakati Rancangan Peraturan Daerah (raperda) Kota Religius masuk ke dalam program pembentukan perda (propemperda, dulu prolegda) tahun 2021. Padahal, raperda Depok Kota Religius pernah ditolak di DPRD tahun lalu.
Kesepakatan dalam rapat paripurna yang digelar pada Senin (29/6/2020) itu dikonfirmasi oleh Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) Kota Depok, Ikravany Hilman. "Akhirnya masuk dalam rancangan propemperda (2021)," ujar pria yang akrab disapa Ikra itu saat dihubungi, Rabu kemarin.
Raperda Depok Kota Religius yang dianggap memberi ruang bagi pemerintah mencampuri urusan privat warganya itu sudah diusulkan Pemerintah Kota Depok tahun 2019. Akan tetapi, usulan tersebut mentah sehingga gagal masuk ke tahap pembahasan di DPRD.
Tahun ini, Pemkot Depok menempuh upaya berbeda demi meloloskan raperda kontroversial itu ke parlemen. Mereka tak lagi mengusulkannya lewat badan musyawarah dewan tetapi melalui disposisi langsung Ketua DPRD Depok, Yusufsyah Putra, pada menit jelang rapat pembahasan semua raperda di Bapemperda, Kamis lalu.
Pimpinan DPRD Kota Depok sejak 2019 adalah kader PKS, partai yang juga menguasai eksekutif di Kota Depok. Ikravany tak menampik dugaan bahwa mekanisme via disposisi Ketua DPRD Kota Depok itu dilakukan agar Raperda Kota Religius tak mentah untuk kali kedua. "Nampaknya memang begitu. Mereka mau colong-colongan saja," ujar Ikravany.
Source | : | Kompas.com,Kontan.co.id |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar