Saat itu Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara karena terbukti menggelapkan uang sebesar US$ 565 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 1,5 triliun rupiah dengan kurs saat itu yang didapatkan Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong melalui kredit Bank Bapindo kepada grup perusahaan Golden Key Group.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang pengganti Rp 500 miliar, serta membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun.
Sekitar 20-an petugas penjara Cipinang diperiksa atas dasar kecurigaan bahwa mereka membantu Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong untuk melarikan diri.
Sebuah LSM pengawas anti-korupsi, Gempita, memberitakan pada tahun 1999 bahwa Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong ternyata tengah menjalankan bisnis pabrik bir di bawah lisensi perusahaan bir Jerman, Becks Beer Company, di kota Pu Tian, di provinsi Fujian, China.
Pada tanggal 29 Oktober 2007, sebuah tim gabungan dari Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan HAM, dan Polri, telah menyatakan bahwa mereka akan segera memburu Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong.
Keputusan ini terutama didasari adanya bukti dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) bahwa buronan tersebut melakukan transfer uang ke Indonesia satu tahun sebelumnya.
Pada akhir 2013, Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa Eddy Tansil telah terlacak keberadaannya di China sejak tahun 2011 dan permohonan ekstradisi telah diajukan kepada pemerintah China. Hanya saja hingga saat ini belum ada hasilnya.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judulSelain Maria Pauline Lumowa ini daftar penjarah bank yang fenomenal di Indonesia(*)