Alih-alih mengeluh dengan disertai ujaran kebencian, Sri Mulyani menyarankan agar kritik tersebut didialogkan dengan cara yang baik.
"Karena kalau kita mau bicara tentang policy (ketentuan) utang, ya kita bisa berdebat, jangan pakai benci dan menggunakan bahasa kasar," ungkapnya.
Sri Mulyani mengatakan, kebijakan termasuk utang yang dikeluarkan Menkeu ditujukan untuk mengelola keuangan negara jika penerimaan lebih besar dibanding belanja-belanja pemerintah.
Antara lain untuk belanja infrastruktur meliputi infrastruktur pendidikan, irigasi, saluran air, sanitasi, telekomunikasi, pelabuhan, hingga bandara, yang berlaku pula di sektor lainnya.
"Kalau begitu kita perlu utang? Ya utangnya untuk apa dulu. Kalau untuk membuat infrastruktur kita baik (utang produktif), supaya anak-anak bisa sekolah dan tidak menjadi generasi yang hilang, ya tidak ada masalah," tuturnya.
Ia menyampaikan bahwa utang adalah hal yang sangat wajar terjadi di sebuah negara, tak terkecuali di negara maju sekalipun.
"Itu pilihan kebijakan. Kalau enggak utang, berarti kita menunda kebutuhan infrastruktur. Masalah pendidikan, masalah kesehatan, mungkin tertunda. Jadi negara kita warganya banyak, tapi anak-anaknya bisa rentan," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Frederico Gil Sander mengatakan pemerintah perlu berhati-hati dalam mengelola utang.
Sebab pandemi Covid-19 telah menyebabkan kebutuhan pembiayaan utang pemerintah meningkat.