Jalur itu dibuat di Pulau Thitu, yang memungkinkan Filipina untuk melanjutkan perbaikan landasan yang telah lama tertunda pada masa pemerintahan Duterte Benigno Aquino III, sambil menunggu hasil putusan oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag atas klaim yang bersaing atas wilayah tersebut.
Kemudian, pengadilan internasional mendukung Filipina pada 2016 bahwa klaim China atas sebagian besar Laut China Selatan tidak valid.
Namun, China tidak pernah menerima keputusan itu.
Filipina menandai ulang tahun ke-4 dari keputusan tersebut dengan sebuah pernyataan yang menegaskan kembali kemenangannya sebagai "tidak dapat dinegosiasikan" dan meminta China untuk mematuhi temuan itu dengan "niat baik".
Itu adalah perubahan haluan yang tajam bagi Duterte, yang sebelumnya bersumpah untuk "berpisah" dari AS dan mengesampingkan kemenangan bersejarah negaranya di Den Haag dengan imbalan investasi China untuk meningkatkan ekonomi Filipina.
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengulangi seruan agar China mematuhi arbitrase 2016 pada 14 Juli, sebagai tanggapan terhadap sebuah pengumuman oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo bahwa klaim China di Laut China Selatan itu melanggar hukum.
Dalam sebuah pernyataan, Lorenzana mengatakan Manila "sangat setuju dengan posisi komunitas internasional bahwa harus ada aturan berdasarkan aturan di Laut Cina Selatan".
Analis Filipina mengatakan ini semua pertanda Manila mengubah pendekatannya dan menjauh dari kebijakan “peredaan tanpa syarat” terhadap Tiongkok.
Komentar