Dengan kata lain, justru menghadapi Iran setelah pemerintahan Trump akan lebih sulit daripada menghadapi Iran sebelum pemerintahan Trump, bahkan walau Teheran sudah menerima pengurangan tekanan ekonomi AS.
Dalam pidato paling barunya pada 31 Juli lalu, Perdana Menteri Ayatollah Ali Khamenei mengulangi ucapannya yang menolak negosiasi dengan AS.
"Negosiasi berarti mengabaikan kekuatan regional kita, industri nuklir dan kekuatan militer, jika kita lakukan itu semua, akan ada sanksi," ujarnya.
Penjelasan Khamenei menyangkup alasan kunci strategis di balik alasannya menolak diskusi dengan AS.
Baca Juga: Beredar Foto Jerinx SID di dalam Bui, IDI Bali Ngaku Mengapresiasi Langkah Polisi
Dalam bahasanya, bahkan walaupun Teheran patuh dengan permintaan Washington, AS tetap akan melunjak dan menuntut hal baru.
Khamenei tidak secara langsung sebutkan Biden atau partai Demokrat AS, tapi orang-orang di sekitarnya yang lebih berani berbicara sebutkan nama-nama itu.
Koran konservatif Iran Kayhan, yang berhubungan dengan kantor para pemimpin, telah tekankan kondisi Biden untuk kembali ke JCPOA tidak jauh berbeda dengan tuntutan Trump.
Koran tersebut juga sebutkan bahwa Demokrat berniat untuk gunakan readopsi JCPOA sebagai cara membujuk Iran untuk mendukung AS.
Sudut pandang yang sama disampaikan oleh koran lokal Raja News, dan mendesak perhatian lebih kepada pemberitahuan bahwa "penarikan Trump dari perjanjian nuklir dulunya berdasarkan dengan kondisi politik yang diwariskan oleh presiden sebelumnya."