Gridhot.ID - Kasus Djoko Tjandra kini kembali menjerat beberapa orang baru yang bahkan memiliki jabatan tinggi di kepolsian.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri akhirnya menetapkan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Pol Napoleon Bonaparte (NB) sebagai tersangka dalam kasus surat jalan palsu terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra (JST).
Jenderal bintang dua itu diduga turut menerima suap sebesar 20 ribu US dollar (sekitar Rp 300 juta) dari Djoko Tjandra untuk mengurus surat jalan dan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Selain Napoleon, Mabes Polri juga menetapkan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo (PU), Djoko Tjandra, serta seorang swasta bernama Tommy Sumardi (TS) sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Penetapan tersangka terhadap keempat orang itu dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara.
"Gelar perkara selesai jam 11.15 WIB. Kesimpulan dari gelar perkara itu setuju menetapkan tersangka,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (14/8/2020).
Argo mengatakan, dari empat orang menjadi tersangka itu, dua pihak ditetapkan selaku penerima, dan dua pihak selaku pemberi di dalam penghapusan red notice tersebut.
Untuk pemberi hadiah, penyidik menetapkan Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi.
Sementara Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo Utomo selaku penerima.
"Untuk penetapan tersangka, ada dua selaku pemberi dan selaku penerima. Pemberi ini kita menetapkan tersangka JST kedua saudara TS.
Kedua penerima itu, yang kita tetapkan sebagai tersangka adalah PU (Kepala Korwas PPNS, Brigjen Prasetijo Utomo), kemudian kedua adalah NB," ujar Argo.
Argo menjelaskan, dalam kasus ini penyidik telah memeriksa total 19 orang sebagai saksi.
Kemudian, penyidik juga sudah menyita sejumlah barang bukti.
”Ada 19 yang kita periksa, ada ahli siber dan inafis. Barang bukti ada uang 20 ribu USD. Ada surat jalan, laptop dan rekaman CCTV,” kata Argo.
Dalam kasus ini Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo selaku tersangka penerima suap dikenakan pasal 5 ayat 2, lalu pasal 11 dan 12 huruf a dan b UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Tipikor dan pasal 55 KUHP.
Menurut Argo, keduanya terbukti menerima uang sebesar 20 ribu dolar untuk memuluskan jalan Djoko Tjandra melarikan diri dari Indonesia. Keduanya pun terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara.
“Jadi dari Undang-undang ini ancaman hukuman 5 tahun,” ujar Arga.
Sementara Djoko Tjandra dan TS selaku pemberi dikenakan pasal 5 ayat 1, dan pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 20O2 tentang Tipikor, juncto pasal 5 KUHP.
"Jadi dari ancaman hukuman 5 tahun.
Kemudian saat ini kita masih dalam penyidikan berikutnya. Itu adalah kasus pertama, korupsi yang sudah kita gelar," ujar Argo.
Dengan penetapan empat tersangka baru ini, maka secara keseluruhan sudah ada enam tersangka dalam pusaran kasus Djoko Tjandra.
Keenam tersangka itu yakni, Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, Anita Kolopaking, Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Tommy Sumardi, dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Dari enam orang itu, lima di antaranya ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri, yakni Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, Anita Kolopaking, Tommy Sumardi, dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Sementara satu orang lagi, yakni Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Argo menjelaskan bahwa keenam tersangka itu terbagi dalam dua kasus, yakni gratifikasi dan penerbitan dan penggunaan surat jalan palsu yang dikeluarkan mantan Kakorwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.
"Di mana dalam kasus Djoko Djandra ada dua, pertama masalah pidana umum, kedua adalah kasus di Tipikor," kata Argo.
Libatkan KPK
Di kesempatan yang sama Argo menyebut bahwa dalam kasus ini Polri turut melibatkan KPK.
Hal itu untuk membuktikan bahwa Polri transparan dalam kasus Djoko Tjandra yang melibatkan 2 jenderal polisi.
"Hari ini kami sengaja menghadiri gelar perkara masalah kasus JTS. Kami deputi penindakan KPK mengapresiasi Kabareskrim, kami nilai luar dalam apa yang dilakukan Bareskrim sudah on the track," ujar Deputi Penindakan KPK, Irjen Karyoto yang ikut hadir dalam jumpa pers tersebut.
Dalam penanganan kasus tersebut, Bareskrim Polri dan KPK sudah melakukan sejumlah koordinasi.
Bila mana dibutuhkan, KPK bersedia memberikan informasi untuk penyelidikan kasus tersebut.
"Sebelum kami melakukan supervisi, beliau sudah sangat terbuka. Ada beberapa di klaster tertentu di JTS, ada informasi tambahan.
Dalam hal koordinasi ada fasilitas perbantuan mencari DPO dan mencari rekonstruksi," jelasnya.
Biodata
1. Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo
Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo merupakan pejabat di Bareskrim yang menerbitkan surat jalan untuk terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali yang masih buron, Djoko Tjandra.
Saat surat tersebut diterbitkan, ia menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Jenderal bintang satu ini merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1991 dan pernah menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Selatan.
Selain itu, ia juga pernah menduduki posisi Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur.
Sebelumnya, Prasetijo juga pernah menjabat sebagai Kapolres Mojokerto, Jawa Timur.
Ia juga diketahui sempat menjadi Kabag Kembangtas Romisinter Divhubinter Polri dan ditunjuk sebagai Karo Kowas PPNS di Bareskrim Polri.
Sementara itu, Prasetijo tercatat pernah dua kali melaporkan harta kekayaannya, yaitu pada 2011 dan 2018.
Pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terbarunya (2018), Prasetijo diketahui memiliki harta sebesar Rp 3.130.000.000.
Sebagian besar hartanya berupa tanah dan bangunan senilai Rp 2.500.000.000 di Kota Surabaya.
2. Irjen Napoleon Bonaparte
Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte sebelumnya juga dicopot dari jabatannya dan dimutasi karena polemik buronan Djoko Tjandra.
Mutasi tersebut tertuang dalam surat telegram Kapolri Nomor ST/2076/VII/KEP/2020 tertanggal 17 Juli 2020.
Ia dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan bahwa Irjen Napoleon Bonaparte dimutasi karena diduga melanggar kode etik.
Sebagaimana diketahui, Irjen Napoleon Bonaparte merupakan salah satu dari 13 anggota yang mendapat kenaikan pangkat dari brigadir jenderal menjadi inspektur jenderal pada Februari lalu.
Sebelum menjadi Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, ia juga sempat menjabat sebagai Kabagkonvinter Set NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri.
Jenderal lulusan Akpol 1988 ini pernah berkarier di Polda Sumsel, yaitu sebagai Kapolres Ogan Komering Ulu dan Wadir Reskrim.
Selain itu, Irjen Napoleon Bonaparte juga pernah menjabat sebagai Direktur Reskrim Polda DIY, Kasubdit III Dittipidum Bareskrim Polri, Kabagbinlat Korwas PPNS Bareskrim Polri, dan Kabag Bindik Dit Akademik Akpol.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Biodata Irjen Napoleon Bonaparte Tersangka Baru Kasus Djoko Tjandra, Terima Suap Rp 300 Juta
(*)