Pada Kamis (20/8/2020) sore, sungai itu meluap dengan parah sejak tahun 1981.
Para pemimpin China telah mencoba meyakinkan orang-orang bahwa pemerintah telah melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan, tetapi beberapa orang mungkin ragu.
"Saya percaya bahwa publik China akan mempertanyakan Beijing dari bencana alam dan buatan manusia yang terus menerus tahun ini, dan bahkan mempertanyakan model pemerintahan China dan keefektifannya," kata Wu Qiang, seorang analis politik independen di Beijing.
Seorang penduduk Chongqing,mengatakan: "Kerugian dan pukulan berat bagi pelaku bisnis, memerangi pandemi di paruh pertama tahun ini dan banjir di paruh kedua".
Banjir telah menyebabkan kerugian ekonomi setidaknya sebesar 26 miliar USD (Rp 383 triliun) sebelum minggu ini.
Pada pertemua di Beijing pekan lalu, Zhou Xuewen, sekretaris jenderal markas besar pengendali banjir China, mengatakan bahwa setidaknya 63 juta orang telah terkena dampak dan 54.000 rumah hancur.
“Sedikitnya 219 orang tewas atau hilang,” katanya.
Di wilayah Sichuan pada hari Jumat (21/8/2020), tanah longsor yang disebabkan oleh hujan lebat menewaskan sedikitnya enam orang di sebuah desa dekat Ya'an. Satu lagi di wilayah yang sama menyebabkan lima orang hilang.
Hujan lebat biasa terjadi di China selatan selama musim panas, tetapi tahun ini turun lebih lebat dan lebih lama dari biasanya, membanjiri tanaman dan seluruh desa selama dua bulan terakhir.