Gridhot.ID -Pilkada Solo 2020 menjadi salah satu kontestasi pilwalkot yang paling jadi sorotan publik.
Pasalnya, putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju dalam Pilkada Solo 2020.
Gibran dipasangkan dengan Teguh Prakosa dalam Pemilihan Wali Kota Solo pada 9 Desember 2020 mendatang.
Pencalonan Gibran memunculkan banyak spekulasi, mulai dari Presiden dituding membangun dinasti politik hingga kekhawatiran melawan kotak kosong.
Seorang pengamat politik bahkan menyarankan agar Pilkada 2020 di Solo tak usah digelar jika Gibran harus melawan kotak kosong.
Kekhawatiran soal lawan Gibran kini bisa ditepis, karena muncul pasangan penantang yakni Bagyo Wahono-FX Supardjo (Bajo).
Meski begitu, polemik masih belum usai. Akademisi Refly Harun menaruh curiga adanya kesengajaan KPU meloloskan penantang Gibran.
Sebab Bagyo Wahono dan FX Supardjo bukanlah orang yang memiliki latar belakang politik.
Keduanya dari kalangan orang biasa, yang mana Bagyo merupakan seorang penjahit dan Bajo adalah Ketua RW.
Melansir TribunWow.com, Refly menyampaikan opini tersebut di kanal YouTube-nya pada Sabtu (22/8/2020).
Diketahui, pasangan Bajo telah dinyatakan lulus verifikasi faktual oleh KPU Solo.
Refly pun mengaku antara senang dan tidak senang mendengar kabar tersebut.
Hal yang membuatnya senang yakni karena akhirnya Gibran memiliki penantang.
Tapiia menilai majunya pasangan Bajo seolah-olah sedang meledek Gibran yang merupakan anak Jokowi.
"Orang tersebut seperti meledek, cukup tukang jahit dan ketua RW yang menantang Gibran," ungkap Refly.
Menurut Refly, tak ada yang berani melawan Gibran selain pasangan Bajo mengingat Solo merupakan kota asal Jokowi.
Terlebih lagi, Solo juga memiliki basis suara dari PDI-P.
"Yang berani orang biasa saja. Satu tukang jahit, satu kepala RW yang kita tahu kekuatan ekonominya seperti apa," kata Refly.
"Untuk memenangkan kontestasi pilkada, kalau tidak ada sentimen yang luar biasa, rasanya berat. Apalagi ini di 'kandang banteng' dan di halaman presiden," lanjutnya
Lolosnya pasangan Bajo ini pun membuat Refly berpikir tentang adanya konspirasi.
"Jadi saya malah berpikir pakai konspirasi teori jadinya," ungkap Refly.
"Jangan-jangan penyelenggara pemilu sengaja meloloskan pasangan ini agar Gibran tidak melawan kotak kosong dan tidak menghadapi sentimen kotak kosong," terangnya.
Ia mencurigai adanya kesengajaan yang diciptakan untuk menghindari sentimen melawan kotak kosong.
"Sentimen kotak kosong itu jauh lebih powerful dibandingkan mendukung pasangan tertentu," jelasnya.
Dengan majunya pasangan Bajo, kata Refly, masyarakat Solo akan akan dihadapkan pada situasi dilematis.
Dimana akan muncul pemikiran bahwa pasangan Bajo tidak serius bergabung di Pilkada 2020, mengingat latar belakang profesi keduanya.
Sehingga hal tersebut, jelas Refly, akan memunculkan pilihan untuk golput.
"Kalau golput, berapapun suara yang masuk maka itulah pemenangnya," tandasnya.
Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judul: "Penjahit dan Ketua RW Jadi Lawan Gibran di Pilkada Solo, Refly Harun Curiga Ada Konspirasi Demi Hindari Sentimen Kotak Kosong."
(*)