Dua anak laki-lakinya begitu dikenal, yakni Qusay Saddam Hussein dan Odai Saddam Hussein.
Dua menantunya, Hussein Kamel Madjid dan Saddam Kamel ditembak mati karena dianggap membelot dan berkhianat.
Setelah kembali tinggal di Bagdhad, Saddam melanjutkan studi ilmu hukumnya, tetapi sempat terhenti dan baru selesai tahun 1968.
Selain itu, ia juga mulai kembali aktif terjun ke politik dan tercatat sebagai anggota "Jihaz Haneen", dinas keamanan Partai Baath.
Pada 14 Oktober 1963, ia ditahan dengan tuduhan terlibat dalam perebutan kekuasaan, tetapi tuduhan itu tidak kuat.
Ia dibebaskan dan kembali aktif di Partai Baath, bahkan pada September 1966, terpilih sebagai Deputi Sekretaris Jenderal Partai Baath.
Sepak terjangnya di dunia politik makin mantap.
Pada 17 Juli 1968, ia menjadi salah satu anggota Partai Baath yang melancarkan kudeta politik yang diawali dengan pengepungan Istana Presiden dan Presiden Abdul Rahman Arif.
Kudeta itu melahirkan presiden baru yakni Ahmed Hassan Al-Bakr, yang masih terhitung famili Saddam dari Tikrit.
Saat itu, Saddam diangkat menjadi Deputi Ketua Dewan Komando Revolusioner dan Wakil Presiden.