Pejabat Myanmar telah menyarankan agar Rohingya membakar desa mereka sendiri untuk mendapatkan simpati internasional.
Kesaksian kedua tentara menghancurkan narasi resmi Myanmar
Tidak jelas apa yang akan terjadi pada kedua pria tersebut, yang tidak ditahan tetapi secara efektif ditahan di Pengadilan Kriminal Internasional pada hari Senin (7/9/2020).
Mereka bisa memberikan kesaksian dalam proses pengadilan dan ditempatkan dalam perlindungan saksi.
Kantor kejaksaan pengadilan menolak berkomentar secara terbuka atas kasus yang sedang berlangsung, tetapi dua orang yang mengetahui investigasi tersebut mengatakan bahwa orang-orang tersebut telah diinterogasi secara ekstensif oleh pejabat pengadilan dalam beberapa pekan terakhir.
Pengadilan Pidana Internasional biasanya mengejar penuntutan terhadap tokoh-tokoh tingkat tinggi yang dituduh melakukan pelanggaran berat, seperti genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan, bukan tentara berpangkat tinggi.
Payam Akhavan, seorang pengacara Kanada yang mewakili Bangladesh dalam gugatan terhadap Myanmar di Pengadilan Kriminal Internasional, tidak akan berkomentar tentang identitas kedua pria tersebut.
Namun dia meminta pertanggungjawaban untuk mencegah kekejaman lebih lanjut terhadap 600.000 Rohingya yang masih berada di Myanmar.
“Impunitas bukanlah pilihan. Beberapa keadilan lebih baik daripada tidak ada keadilan sama sekali,” kata Akhavan.
Laporan tentara juga akan menambah penilaian pada kasus terpisah di Mahkamah Internasional, di mana Myanmar dituduh mencoba untuk menghancurkan Rohingya sebagai sebuah kelompok dengan menggunakan pembunuhan massal, pemerkosaan dan bentuk lain dari kekerasan seksual, serta pengrusakan di desa mereka.
Kasus itu diajukan tahun lalu oleh Gambia atas nama 57 negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
Source | : | Serambinews.com |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar