Tidak ada hak hukum dalam perjanjian tersebut bagi kedua negara untuk mengklaim kompensasi atas hilangnya pendapatan dari Laut Timor.
Dikutip dari Eureka Street, Sophie Raynor, penulis asal Perth Australia yang dua tahun tinggal di Dili, mengatakan penundaan dalam meratifikasi perjanjian batas dan penolakan negaranya untuk berkomitmen membayar kembali uang yang belum diterima itu benar-benar bertentangan dengan cara negaranya memandang citranya dalam sejarah.
"Secara tidak masuk akal melanggar kewajiban moral kita untuk melakukan hal yang benar sebagai tetangga," katanya.
Seperti diketahui, selama bertahun-tahun Australia telah memposisikan diri sebagai pejuang internasional atas kebenaran moral, kedaulatan dan penentuan nasib sendiri, dan sebagai pembebas Timor-Leste.
"Tapi kita tidak bisa mendapatkan keduanya.Mengambil kekayaan Laut Timor yang tidak diperoleh adalah salah satu penyebab kegagalan Australia untuk melakukan hal yang benar untuk Timor-Leste," ungkapnya.
Di sisi lain, menurutnya Australia tetap menjadi mitra pembangunan dan bantuan terbesar, paling dermawan secara finansial dan paling penting bagi Timor-Leste, dan banyak proyek yang didanai Australia memberikan dukungan dan peluang yang signifikan dan sangat dibutuhkan bagi Timor-Leste.
Namun, ia tetap tak membenarkan saat Australia mengungkapkan keprihatinannya atas Timor Leste.
"Tapi menggelikan untuk mengatakan kami prihatin dengan kemakmuran Timor-Leste jika kami berkomitmen untuk mengorek dari brankasnya lebih banyak uang daripada yang kami berikan dalam bantuan luar negeri," katanya.
"Untuk mengatakan kami mendukung stabilitasnya ketika kami mengikis kemampuan ekonomi yang rapuh," sambungnya.