Gridhot.ID - Wilayah Laut China Selatan belakangan ini tengah menjadi sorotan internasional.
Hal tersebut dikarenakan adanya ketegangan antara China dengan Amerika Serikat (AS).
Ketegangan itu tentu ikut mempengaruhi negara-negara di sekitar perairan Laut China selatan.
Indonesia pun meningkatkan kekuatan udara garis depan di tengah meningkatnya tantangan China di Laut China Selatan.
Dilansir Asia Times (28/7/2020), Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melihat-lihat Eurofighter Typhoon bekas yang ditawarkan Angkatan Udara Austria.
Hal ini bertujuan untuk memeriksa serangan China ke perairan Indonesia di Laut China Selatan.
Penetapan harga tampak jadi alasan utama Prabowo minat membeli 15 Typhoon bermesin ganda, yang diakuisisi Austria pada 2002.
Tidak seperti pendahulunya, Prabowo miliki pandangan yang lebih strategis tentang peralatan apa yang dibutuhkan Indonesia untuk meningkatkan kekuatan udara dan menambahkan lebih banyak fregat berpeluru kendali ke angkatan laut yang menghadapi tantangan yang meningkat dari China di perbatasan laut utara.
Pindah ke Sumatera pada tahun 2014 untuk memperpendek jarak tempur mereka, pesawat tempur angkatan udara baru-baru ini terlibat dalam beberapa manuver angkatan laut terbesar Indonesia selama bertahun-tahun di Laut Jawa bagian barat dan perairan di sekitar kepulauan Natuna.
Kementerian Pertahanan Austria mengumumkan 3 tahun lalu bermaksud menggantikan pesawat tempur superioritas udara pada 2020, dengan penggunaan Typhoon yang berkelanjutan selama rentang hidup 30 tahun akan menelan biaya US $ 5 miliar, sebagian besar dihabiskan untuk pemeliharaan.
Typhoon akan menambah ekor logistik ketiga untuk Angkatan Udara Indonesia.
Diketahui, saat ini memiliki armada garis depan 16 pesawat tempur Su-27/30 multi-peran buatan Rusia dan 3 skuadron Lockheed Martin F-16 produksi AS yang baru-baru ini digunakan pada patroli udara di Laut Cina Selatan.
Pembelian satu skuadron tambahan jet Sukhoi canggih kini tampaknya tidak akan disetujui karena dikhawatirkan sanksi Amerika karena membeli jet dan rudal Rusia, hukuman yang dijatuhkan pada Moskow karena diduga ikut campur dalam pemilihan presiden AS 2016.
Prabowo sudah mendekati Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner atas usulan pengadaan.
Jika penjualan berlanjut, diharapkan Typhoons akan ditingkatkan ke standar Tranche 3A, memberi mereka peran pertahanan udara dan serangan darat.
Indonesia akan menjadi negara Asia pertama yang mengoperasikan Typhoon.
Beberapa analis melihatnya sebagai akuisisi stop-gap sebelum Indonesia mengambil rencana pengiriman pesawat tempur KFX / IFX, yang telah dikembangkan bersama oleh Korean Aerospace Industries dan produsen pesawat PT Dirgantara Indonesia sejak 2010.
Penerbangan uji pertama dari pesawat tempur baru ini dijadwalkan pada tahun 2022, dengan produksi kemungkinan akan dimulai pada tahun 2026.
Indonesia mengharapkan untuk membeli 48 pesawat dengan perkiraan biaya per unit $ 50-60 juta atau setara Rp 890 miliar.
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul: "Jaga-jaga dari Serangan China, 'Indonesia Akan Jadi Negara Asia Pertama yang Operasikan Typhoon,' Rencana Beli 48 Pesawat dengan Biaya Per Unit Rp 890 Miliar."
(*)
Source | : | Intisari Online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar