"Bisa dikatakan bisnis saat ini adalah nol, termasuk aktivitas perjalanan lainnya sama sekali tidak berjalan seperti logistik, dan penerbangan. Tidak ada barang yang bisa dijual. Sejujurnya, kami tidak siap untuk menghadapi situasi ini," jelas Mazen.
Menurut dia, roda ekonomi di Mekkah dan Madinah lumpuh sejak pemerintah Arab Saudi menghentikan seluruh kedatangan jemaah haji dan umrah di tahun ini.
"Banyak dari pemilik usaha harus mengurangi karyawan dalam batas paling minimal. Periode sekarang telah memaksa pemilik usaha untuj menjual aset seperti mobil dan properti lain sekadar untuk bisa tetap bertahan," kata Mazen.
Pemerintah Arab Saudi sendiri tak tinggal diam. Perbankan di Arab Saudi diminta memberikan keringanan pada debitur mereka yang terdampak pandemi.
"Sektor UMKM adalah yang paling menderita. Tetapi bank sentral Arab Saudi berusaha memberikan keringan dengan meminta perbankan menunda pembayaran pinjaman selama dua atau tiga bulan mendatang," terang Mazen.
Ekonomi Arab Saudi bisa dikatakan dalam periode yang paling sulit sejak beberapa tahun terakhir.
Mengandalkan pemasukan dari minyak juga bukan pilihan karena harganya yang sempat anjlok.
Lebih dari 80 persen pendapatan Arab Saudi berasal dari penjualan minyak dan gas.
Turunnya harga minyak dan tak adanya penyelenggaraan ibadah haji membuat pemerintah harus melakukan penghematan dan upaya diversifikasi.
"Pemerintah Arab Saudi sudah mengumumkan pada Maret 2020 lalu untuk menunda pemungutan PPN selama 3 bulan. Tapi tampaknya ini masih sulit untuk mencegah resesi," ungkap Mazen.