Saat itu, ia masih tinggal di Dusun Sukomulyo, Desa Gadungan. Oleh Bung Karno dan Supriadi, ia disuruh menemani melakukan ritual di lerang Gunung Gedang, yang kini menjadi tempat tinggalnya.
"Saat itu saya sudah tua. Pak Karno dan Pak Supriadi masih jejaka. Sehingga kalau memanggil saya mbah," papar mbah Arjo. Mereka bertemu pada suatu malam, dan disuruh menemani ritual di lereng Gunung Kelud itu.
"Kalau ritual, saya hanya duduk di sampingnya sampai terdengar ayam berkokok. Namun, antara pak Karno dan Pak Supriadi, seingat saya tak pernah melakukan ritual bersama di sini. Saat itu saya lupa sedang terjadi peristiwa apa di Indonesia. Namun sepertinya sebelum kemerdekaan," katanya.
Menurut mbah Arjo, saat Bung Karno sering ritual di tempatnya dulu, kondisinya masih hutan belantara bahkan masih banyak binatang buas. Tempat duduk yang dipakai ritual Bung Karno itu, kini letaknya di dalam gubuknya.
Dari pengalaman spritualnya itu, ia akhirnya memilih meninggalkan kampungnya dan tinggal di gubuk itu sejak tahun 1990-an. "Selama tinggal di sini, saya memang sering bermimpi bertemu Pak Karno. Bahkan dalam mimpi saya itu, Pak Karno sering berkunjung ke sini," ujarnya.
Ditanya soal tips hidupnya, dalam usia tua masih sehat, ia mengaku tak punya tips apa-apa. Setiap hari, ia hanya makan sayuran yang ditanam sendiri dan banyak minum air putih. Ia tidak pernah makan lauk pauk karena memang tidak ada yang dimakan.
"Pesan saya jangan banyak pikiran, agar tak selalu kepikiran. Jangan menyakiti orang, supaya tak jadi beban. Seperti saya tinggal di sini ini. Siapa yang saya sakiti wong tak ada orang lain selain anak saya," ujarnya.
Selama hidupnya, ia mengaku baru setahun ini merasakan sakit pada kakinya yang tiba-tiba tak bisa digerakkan. Padahal, sebelumnya ia masih bisa menanam sayur-sayuran seperti bayam, mencari kayu bakar, dan mandi ke sungai yang ada di belakang rumahnya.
Namun, saat ini segala kebutuhannya dilayani anaknya. "Saya ini nggak pernah sakit, bahkan pilek (flu) saya nggak pernah. Soal makanan, ya seadanya. Wong saya sering puasa, karena memang keadaannya tak ada yang dimakan lebih. Kecuali, minum air putih dan makan apa yang ada," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul Mbah Arjo, Manusia Tertua di Indonesia Meninggal di Usia 193 Tahun, Sering Temani Soekarno Ritual di Hutan Belantara Hingga Pernah Rasakan 6 Kali Letusan Kelud.
(*)