Pada 2016 dan 2017 silam, Vanuatu juga sempat meminta diadakannya penyelidikan Dewan HAM PBB terhadap situasi di Papua.
Berlanjut pada 2018, Vanuatu kembali menyerukan referendum.
Ini merupakan tuduhan yang dianggap Indonesia sengaja digaungkan untuk mendukung separatisme.
“Indonesia akan membela diri dari segala advokasi separatisme yang disampaikan dengan kedok kepedulian terhadap hak asasi manusia yang artifisial,” kata Silvany.
Atas aksinya tersebut, Silvany pun mengundang decak kagum publik di Tanah Air dan membuat publik penasaran terhadap sosoknya.
Namun demikian, rupanya pukulan telak bagi Vanuatu itu berbuntut panjang.
Pasalnya, netizen Indonesia diketahui memberondong media sosial milik Vanuatu dengan komentar bernada rasis.
Dilansir dari Kompas TV, pihak berwenang Vanuatu memberikan tanggapan atas komentar bernada rasis dalam bahasa Indonesia di media sosial yang mempromosikan pariwisata negaranya.
Vanuatu Tourism Office mengatakan pihaknya yakin telah menjadi target "perilaku tidak otentik yang terkoordinasi" di sejumlah akun media sosial mereka, seperti Facebook dan Instagram.
Kepada program ABC Radio Pacific Beat, Nick Howlett, manajer komunikasi Vanuatu Tourism Office mengatakan pihaknya tidak terkejut dengan ratusan komentar yang mereka terima.